Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ketika Timnas Indonesia Menjadi "Korea Selatan 0.5"

16 Desember 2021   01:51 Diperbarui: 16 Desember 2021   11:30 13608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ezra Walian berduel dengan pemain Vietnam di Bishan Stadium, Singapura (15/12). Sumber: AFP/Yong Teck Lima/via Kompas.com

Setelah dua pertandingan di Piala AFF 2020 terlewati, baru kali ini laga antara Indonesia vs Vietnam terasa sangat mendebarkan. Karena, hasil laga ini akan mempengaruhi bagaimana kiprah Pasukan Garuda di Singapura.

Apakah mereka akan mampu terus melaju, atau berhenti di fase grup?

Pertanyaan itu yang kemudian berusaha dijawab Shin Tae-yong bersama Asnawi Mangkualam dkk. Mereka harus menyuguhkan permainan yang maksimal, agar dapat mencegah Vietnam menang seperti saat mereka mengalahkan Malaysia dengan skor mencolok, 3-0.

Timnas Indonesia yang dalam dua laga sebelumnya menurunkan skuad utama yang berkarakter menyerang, kini memilih untuk tampil dengan skuad utama yang berkarakter bertahan.

Kejutan pun terjadi di sini dengan keputusan Shin Tae-yong membangku-cadangkan Evan Dimas Darmono. Pelatih asal Korea Selatan ini lebih memilih formasi 5-4-1, dengan tidak membutuhkan peran gelandang no. 8.

Kejutan lain pun sebenarnya ada di susunan pemain Indonesia, ketika Ernando Ari Sutaryadi mengalami cedera saat pemanasan. Dia pun harus diganti oleh Nadeo Argawinata.

Formasi Indonesia. Sumber: via Google/search: aff cup 2021
Formasi Indonesia. Sumber: via Google/search: aff cup 2021

Melihat formasi 5-4-1, sudah jelas, bahwa Indonesia cenderung bermain bertahan. Minimal, mereka harus bisa meredam agresivitas serangan Vietnam selama mungkin.

Pertandingan pun berjalan sesuai dugaan, bahwa Vietnam akan sangat dominan dalam penguasaan bola. Mereka juga bisa sesekali melepaskan tendangan, meskipun masih tidak tepat sasaran.

Ada beberapa faktor yang membuat tendangan Vietnam tidak banyak yang mengarah ke gawang Nadeo. Pertama, akurasi tendangan mereka. Kedua, ada upaya blok cepat dari bek-bek Indonesia.

Selain itu, para pemain Vietnam juga berusaha mengarahkan bola ke dalam penalti terlebih dahulu. Padahal, di dalam kotak penalti Indonesia terdapat banyak sekali pemain Indonesia.

Mungkin, tim asuhan Park Hang-seo berharap para pemain Indonesia melakukan kesalahan dan membuat pelanggaran yang bisa berbuah penalti. Namun, sampai babak pertama berakhir, hal itu tak terjadi.

Pada babak kedua, Shin Tae-yong melakukan perubahan. Dia menggantikan Rachmat Irianto dengan Evan Dimas.

Artinya, Shin Tae-yong seperti menaruh harapan jika Indonesia tidak hanya fokus bertahan, tetapi juga bisa mengontrol tempo dan membangun serangan balik.

Bersama Evan, strategi itu bisa berjalan. Walaupun, di sisi lain, Indonesia dikhawatirkan kehilangan kekuatan dalam bertahan.

Meski begitu, keputusan Shin Tae-yong bisa dikatakan tepat. Memang, di babak kedua, Vietnam tidak sedominan di babak kedua.

Mereka terkadang terlihat membiarkan para pemain Indonesia mencoba membangun serangan. Mungkin, ini merupakan taktik untuk mencoba memancing pertahanan Indonesia maju dan renggang.

Hanya saja, harapan Vietnam tidak membuahkan hasil. Karena, para pemain Indonesia juga tidak terlalu agresif.

Bahkan, mereka terlihat ragu dalam membangun serangan. Terutama, ketika sisi kanan sudah tidak dihuni lagi oleh Asnawi dan Witan Sulaeman.

Mereka diganti Rizky Febrianto dan Yabes Roni. Yabes Roni mungkin masih cukup agresif dalam upaya membangun serangan, tetapi dia kurang didukung oleh Rizky yang terlihat setengah-setengah.

Imbasnya, Indonesia kembali harus fokus bertahan. Terutama, dalam 10 menit terakhir. Dengan jatuh-bangun, para pemain Indonesia terus berupaya mempertahankan kedudukan imbang 0-0.

Hingga akhirnya, wasit asal Korea Selatan meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Kelegaan pun langsung menyeruak, meski Indonesia tidak berhasil membuat kejutan dengan mengalahkan Vietnam.

Hasil yang tentu masih bisa disyukuri, karena untuk sementara, Indonesia masih bertahan sebagai pemuncak klasemen Grup B. Raihan 7 poin dan surplus 6 gol masih belum bisa dilampaui Vietnam yang surplus 5 gol.

Lalu, bagaimana Indonesia bisa menahan imbang Vietnam?

Cara pertama, yang bisa disebut efektif adalah memainkan tiga bek tengah yang ketiganya sudah mendapatkan menit bermain di laga sebelumnya. Artinya, ketiganya bisa dikatakan sudah menyetel dengan atmosfer persaingan di turnamen ini.

Cara kedua, para pemain Indonesia bertahan dengan cukup sabar dalam melihat momen untuk dapat menyapu bola. Ini yang membuat taktik Vietnam--di babak pertama--untuk membawa bola sampai ke dalam kotak penalti sulit menghasilkan sesuatu.

Cara ketiga, kita bisa melihat bahwa tiga bek tengah Indonesia punya peran yang terbagi dua. Satu bek menjadi penjaga lawan aktif, yaitu lawan yang menguasai bola, sedangkan dua bek lainnya menjadi penjaga ruang tembak.

Dalam taktik ini, yang paling terlihat sering menjaga pergerakan lawan yang sedang menguasai bola adalah Fachruddin Aryanto. Dengan jam terbangnya yang tinggi memungkinkan dirinya cukup sulit untuk ditembus lawan secara individu.

Kalaupun ditembus, sudah ada Alfeandra atau Rizky Ridho yang siap menghadang. Hadangan mereka pun cenderung praktis, alias berupaya membuang bola tanpa berupaya menguasai bola apalagi melakukan backpass ke kiper. Jangan!

Cara keempat, Indonesia menjadikan Alfeandra Dewangga sebagai gelandang bayangan. Secara formasi, Alfeandra adalah bek, namun dalam pergerakan pemain, dia membentuk formasi tiga gelandang sejajar dengan Evan dan Ricky Kambuaya.

Ini yang membuat Indonesia seolah-olah tidak mengandalkan Evan dan Ricky sebagai penyaring serangan, terutama di babak kedua. Karena, yang berusaha melakukan sapuan adalah Alfeandra, sedangkan Evan dan Ricky fokus mempersempit ruang bagi lawan.

Kemudian, kalau pergerakan bola berada di dekat kotak penalti, maka salah satu di antara Fachruddin atau Ridho akan bergerak cepat mendekati bola untuk menghalau. Lagi-lagi, bukan Ricky dan Evan.

Kenapa begitu?

Menurut saya, mungkin ini faktor pertimbangan tentang keterampilan pemain dalam bertahan. Karena, pemain bertahan, yaitu bek murni pasti lebih terampil dalam menghentikan lawan tanpa melakukan pelanggaran dibanding pemain tengah, sekalipun dia adalah gelandang bertahan.

Inilah yang mungkin ingin diterapkan Shin Tae-yong. Indonesia berusaha dibuat untuk tidak melakukan banyak pelanggaran, terutama di dekat area kotak penalti.

Menurut saya, salah satu jawaban dari mengapa Indonesia tidak kebobolan di laga ini adalah faktor minimnya jumlah pelanggaran di dekat area kotak penalti. Biasanya, itu yang sering terjadi kalau pemain tengah atau pemain depan menjadi pemain pertama yang menyaring serangan lawan.

Bahkan dalam beberapa momen, tanggung jawab Asnawi dalam merebut bola juga berusaha diambil-alih oleh bek-bek tengah Indonesia. Karena, Asnawi terkadang cenderung agresif kalau sudah mulai terus digempur oleh lawan--seperti di babak pertama.

Jika Asnawi yang notabene bek bisa seperti itu, apalagi pemain tengah dan pemain depan yang biasanya cenderung lebih agresif. Memang, niat tulusnya adalah ingin membantu pertahanan.

Tetapi, karena mereka biasanya berkarakter agresif, maka yang sering terjadi adalah ingin segera merebut bola, alih-alih membaca pergerakan lawan. Pola bertahan yang umum seperti ini yang sepertinya ingin diubah oleh Shin Tae-yong.

Tentu, saya harus menekankan kata 'seperti', karena saya tidak tahu skenario yang sebenarnya. Saya hanya sedikit menginterpretasikannya sesuai dengan apa yang saya lihat dan sesuai pemahaman saya.

Lalu, apakah empat cara bermain Indonesia ini bisa mewakili kesuksesan taktik Shin Tae-yong?

Menurut saya, tidak. Karena, saya melihat taktik ini sepertinya akan sukses kalau diiringi dengan kemampuan Indonesia dalam membuat serangan balik yang efektif.

Beberapa kali, saya melihat Indonesia kesulitan membangun serangan balik karena berbagai hal. Bisa karena transisi cepat pemain Vietnam yang cukup bagus, atau karena pemain Indonesia punya "penyakit kronis", yaitu akurasi operan yang (maaf) masih buruk.

Bahkan, sosok kreatif seperti Evan Dimas yang hobi melakukan operan jarak jauh juga bisa melakukan kesalahan operan saat momennya sangat penting bagi Indonesia untuk menyerang balik. Ini yang membuat taktik Shin Tae-yong masih belum sukses.

Statistik Indonesia vs Vietnam (15/12). Sumber: via Google/search: aff cup 2021
Statistik Indonesia vs Vietnam (15/12). Sumber: via Google/search: aff cup 2021

Saya menganggap Timnas Indonesia seperti ingin dibawa Shin Tae-yong bermain ala Timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018 melawan Jerman. Hanya saja, pemain Indonesia masih berada di bawah kualitas Son Heung-min dkk, terutama dalam akurasi operan.

Padahal, dalam skema permainan pragmatis, akurasi operan, terutama untuk serangan balik, itu adalah kunci utamanya. Bahkan, tim sekelas Laos saja--dengan respek menyertai--bisa melakukannya, sedangkan kita masih belum bisa melakukannya.

Itu yang kemudian membuat saya juga menaruh angka 0.5. Artinya, masih setengah dari harapan yang ideal.

Soal taktik bertahan, Indonesia bisa dikatakan selevel dengan apa yang diharapkan Shin Tae-yong. Tetapi, dalam taktik serangan balik, Indonesia belum selevel dengan harapan Shin Tae-yong.

Tentu saja, kita masih sangat bisa berharap bahwa para jagoan kita ini bisa mengevaluasi kualitas mereka. Minimal, berlatih menyusun ruang gerak.

Artinya, mereka berlatih melakukan pergerakan paling maksimal untuk menjangkau titik terjauh maupun titik terdekat dari bola yang dioper. Bukan mengandalkan daya dorong akurat dari kaki si pengoper saja.

Konsep ini juga berlaku dalam momen seperti yang dialami Ramai Rumakiek saat membangun serangan. Serangannya kemudian patah, karena operannya terlalu pelan saat melakukan backpass ke Evan.

Dalam konteks ini, berarti bukan hanya karena Ramai tidak bisa akurat dalam memberi operan, tetapi Evan juga tidak tahu ruang gerak yang harus dia bentuk agar dapat mendukung pergerakan Ramai.

Padahal, di momen seperti ini, setiap pemain yang sedang membawa bola apalagi dengan gerakan eksplosif harus terus diikuti oleh teman-temannya. Inilah yang menurut saya perlu diperbaiki.

Menurut saya, memperbaiki ruang gerak lebih mudah dilakukan daripada memperbaiki kualitas operan. Karena, dalam masa turnamen yang singkat seperti ini, belajar mengoper dengan baik hanya akan membuang waktu.

Lebih baik, mereka berupaya keras berlatih hal-hal mendasar ini ketika sudah kembali di klub. Di sana baru ada harapan untuk memperbaiki kualitas operan, dan harapannya dapat ditunjukkan hasilnya ketika kembali bergabung ke timnas untuk turnamen selanjutnya.

Tetapi, sebelum mengarah ke turnamen selanjutnya, Indonesia harus fokus dulu ke Piala AFF 2020. Karena, masih ada satu tantangan lagi yang tersisa.

Tantangan itu adalah Timnas Malaysia di laga terakhir fase grup. Di sinilah kita kembali berdebar-debar, karena laga ini akan menjadi penentu kelolosan Indonesia ke semifinal.

Harapannya, Indonesia bisa mengunci tiket ke semifinal dengan kemenangan, agar secara mentalitas para pemain timnas semakin kuat dan percaya diri. Syukur-syukur, kalau ternyata bisa menjadi juara grup.

Jika begitu, akan makin besar mentalitas yang dimiliki para pemain dan harapannya tidak akan takut dengan lawan yang akan dihadapi. Semoga!

Klasemen sementara Grup B. Sumber: via Google/search: aff cup 2021
Klasemen sementara Grup B. Sumber: via Google/search: aff cup 2021

Malang, 15-16 Desember 2021

Deddy Husein S.

***

Terkait: Kompas.com 1 dan Kompas.com 2.

Baca juga: Taktik "Parkir Bus" yang Gagal Total dari Laos

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun