Zarco bisa dikatakan kesulitan di pekan balap Styria. Saat balapan pun, dia terlihat seperti ingin main aman. Satu-satunya (sedikit) kesalahan mungkin terletak pada pilihan ban yang sangat berisiko dengan memilih Medium-Soft.
Alhasil, dia harus rela disalip di putaran akhir.
Meski begitu, Pramac Ducati bisa membusungkan dada, dibandingkan Ducati Lenovo. Ini juga menjadi cambuk keras kepada Ducati Lenovo atas ketidakkonsistennya raihan dua pembalapnya.
Miller memang sudah juara dua seri, tetapi Miller juga sering jatuh. Bagnaia memang terlihat lebih baik dalam beberapa seri, namun belum mampu menjaga ritme secara keseluruhan.
Bagnaia seringkali hanya tampil bagus di antara dua paruh balapan. Kalau bagus di paruh awal, maka di paruh akhir biasanya kedodoran. Begitu pula kalau mengalami paruh awal yang buruk, maka harus menunggu paruh akhir balapan untuk memperbaiki posisi.
Itu tentu tidak bagus untuk kampanye mengejar misi juara dunia. Ducati memang sudah bisa juara dunia secara pabrikan, tapi belum untuk pembalapnya setelah Casey Stoner pada 2007 silam.
Jika mereka masih kesulitan dan tidak memanfaatkan seri kedua Austria (15/8) untuk memenangkannya, maka ada kemungkinan, jika mereka akan makin tertinggal dalam upaya memperebutkan juara dunia pembalap.
Bahkan, perlu diingat, bahwa pembalap Ducati teratas di klasemen juga bukan dari Ducati Lenovo, melainkan Pramac Ducati. Johann Zarco.
Memang, Zarco terlihat seperti berusaha mengelola konsistensi dalam memperoleh poin. Namun, dengan keberhasilan Martin juara di Styria, tidak menutup kemungkinan bagi Zarco termotivasi untuk memenangkannya di seri kedua Austria.
Jika Zarco terlecut, bagaimana dengan duo Ducati Lenovo? Apakah Miller dan Bagnaia juga akan terdorong untuk dapat serius memenangkan seri kedua Austria?