Orang Indonesia umumnya diajarkan untuk tidak menyia-nyiakan makanan. Hampir semua budaya kita dilarang untuk membuang-buang makanan.Â
Ada pepatah tradisional yang populer, "Jangan buang nasi nanti nasinya nangis". Namun, industrialisasi, urbanisasi dan pertumbuhan populasi kelas menengah telah berkontribusi pada perubahan pola konsumsi pangan. Saat membeli makanan, konsumen sering kali terpikat oleh pembelian impulsif, pemasaran dan promosi "beli satu dapat satu gratis".
Pasar tradisional Indonesia dan pedagang sayur keliling dapat menawarkan solusi untuk mengurangi kebiasaan membeli yang berlebihan. Jenis pengecer ini dapat membantu konsumen mengurangi pembelian impulsif dengan memberikan penawaran musiman dan pilihan untuk membeli makanan dalam jumlah kecil. Pasar ini juga berbasis uang tunai sehingga mereka dapat membantu konsumen tetap pada anggaran.
Namun, pembelian bahan makanan di pasar tradisional menurun di tengah persaingan ketat dari supermarket modern. Oleh karena itu, pemerintah di semua tingkatan telah berupaya mendorong revitalisasi pasar tradisional di wilayahnya.Â
Revitalisasi ini bertujuan untuk menyediakan infrastruktur penyimpanan dan sanitasi yang lebih baik untuk meningkatkan pengalaman konsumen. Presiden Joko "Jokowi" Widodo berkomitmen untuk merevitalisasi pasar tradisional.Â
Hingga saat ini, inisiatif tersebut telah berhasil merevitalisasi 5.000 pasar besar dan 8.900 pasar desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H