"hmm, apa kalian saling mengenal?" tanya Valene sambil menatap aku dan Irwan bergantian.
"ah iya, dia temanku. Lama tak berjumpa Irwan." mulutku bergetar kala menyebut namanya. inikah balasan kesetiaanku padanya?
"sepertinya aku harus pergi, aku sedang ada urusan mendadak. Mungkin lain kali aku akan menginap dirumahmu." pamitku pada Valene.
Valene tampak tak curiga dengan gelagatku. Syukurlah, aku segera pergi meninggalkan rumah Valene. Aku berlari kembali ke dermaga, tangisku pecah seketika. Aku menangis tersedu-sedu. Penghianatan Irwan membuat ku sakit.
"Intan.." aku menoleh ke sumber suara, dan mendapi irwan.
"tolong dengarkan penjelasanku."
"sudah tak apa, aku tak marah padamu." kuusap air mataku dengan punggung tangan..
"bapakku punya hutang pada keluarga Valene, dan tidak bisa membayar. Mereka mengancam memenjarakan bapak. Satu-satunya jalan adalah aku harus menikahi Valene yang sedang hamil. Anak tadi bukanlah darah dagingku."
Aku mendengar penjelasannya dengan seksama. Meski kenyataannya Irwan tak berniat menghianati cintaku, tapi tetap saja, aku sakit dibuatnya.
"kita memang tak berjodoh."
"tidak Intan, aku sangat mencintaimu." Irwan mendekat hendak memelukku.