"sejauh  apapun aku pergi, maka aku akan tetap kembali padamu, karena kau adalah rumah bagiku."
Kupandangi matanya, berharap menemukan kejujuran didalamnya.
"berjanjilah kau akan menungguku pulang." ucapnya seraya menggenggam tanganku lembut. Aku tersenyum.
"Lihat itu! laut terbentang luas, hingga aku tak bisa melihat ujungnya. Bagaimana pulau diseberang sana, aku tak tahu. Maka jika kau sampai dan menemukan pulau di ujungs ana. Maka aku akan setia menunggumu untuk mendengar cerita tentang pulau seberang. Aku akan setia menunggumu disini'"
Tanpa sadar air mataku jatuh.Apakah irwan lupa dengan janjinya?
"mbak, kapal sudah berlabuh. apa kau baik-baik saja?" tanya seorang wanita berkulit kuning langsat padaku. Matanya sipit, hidungnya mancung, ia terlihat seperti keturunan tiongha.
"wah cepat sekali."
Setelah itu kami berkenalan, namanya Valene. Ia begitu cantik menawan. Tak butuh waktu lama kita sudah akrab. Valene menawariku untuk menginap dirumahnya. mengingat aku pendatang baru, sangat berbahaya jika sendirian. Dan Valene ternyata adalah anak juragan paling kaya didesanya. Lihat saja rumah dihadapanku ini, begitu besar dan mewah.
Begitu masuk rumah, seorang anak kecil yang usianya sekitar 1 atau 2 tahunan menyambutnya gembira. Balita itu memanggil valene denga sebutan'Mama'. Wah, bagiku Valene masih terlalu muda untuk memiliki anak.
Tiba-tiba oksigen di sekitar menipis, nafasku tercekat, rasanya sesak. Â Jantungku berdegup kencang. Mata kami saling beradu. Diam tanpa kata. Ialah orang yang menjadi alasanku datang kesini.
"oh ya Intan, perkenalkan ini rehan anakku, usianya 1 tahun lebih 3 bulan. Dan itu adalah suamiku." tangannya mengacung, menunjuk pria yang disebutnya sebagai suami. Irwan? kami terus beradu pandang. Â Rindu dan kecewa menjadi pembuka pertemuan kami.Â