Berbagai penyiksaan seperti disetrum, tidur diatas balok es, digigit serangga pada bola mata, ditendang, serta dipukul hingga berdarah dan penyiksaan keji lainnya, yang sangat tidak beradab. Penyiksaan itu dilakukan oleh para intel dengan maksud untuk bertanya siapakah dalang dari gerakan organisasi Winatra dan Wirasena dan apa tujuan para aktivis dalam organisasi tersebut.
Dalam novel tersebut, diceritakan bahwa setelah ditahan berbulan-bulan serta disiksa, Laut sebagai tokoh utama ditenggelamkan dan entah bagaimana nasib yang lainnya, yang pasti mereka juga sudah mati. Namun, hanya ada dua orang teman Laut yang dibebaskan oleh para intel (Pada bagian ini, diceritakan berdasarkan sudut pandang Laut, sehingga kematian Laut tidak diketahui keluarga).
Di samping itu, keluarga Laut selalu menanti kedatangannya, hal itu terbukti ketika Ibu dan Ayah laut yang mempersiapkan makanan dan piring untuk Laut, meskipun Laut tidak akan pernah datang. Asmara Jati, adik Laut, yang juga menanti kakaknya kembali, turut ikut kembali, turut ikut bergabung dalam sebuah organisasi komisi pencarian orang hilang, tentu saja untuk mencari tahu keberadaan kakaknya, namun pada bulan setelah Laut sudah tiada, Alex dan Daniel yang merupakan teman dekat Laut beruntung karena mereka dibebaskan memberi tahu apa yang terjadi (Dalam Novel tersebut, Alex dan Daniel tidak tahu apakah Laut sudah mati atau belum, karena yang mereka lihat Laut dibawa pergi oleh para intel dan tidak pernah lagi kembali setelah mereka dibebaskan), dan disitulah Asmara merasa sudah tidak ada harapan untuk mengatakan bahwa sang kakak masih hidup, meskipun ia tidak bisa menerima hal itu.
Berbagai cara dan upaya dilakukan untuk menemukan jejak apakah Laut masih hidup atau sudah mati, baik Asmara maupun ibu dan bapak Laut, mereka masih tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, karena menurut Alex dan Daniel mereka juga tidak tahu kemana Laut di bawa oleh para pengawal saat dalam tahanan yang sama. Hal itulah yang membuat kesedihan yang mendalam, karena mereka tidak bisa mengetahui dimana para aktivis yang hilang itu, apakah sudah tiada atau belum, kalaupun sudah tiada dimanakah jasad mereka.
Keluarga dari para aktivis lainnya, selain Laut juga ikut berpartisipasi dalam komisi pencarian orang hilang, mereka mengadakan demo di depan istana negara untuk meminta agar mencari tahu keberadaan para aktivis yang hilang. Hingga di tahun 2007, para keluarga aktivis dengan pajangan foto aktivis yang hilang dan karangan bunga, dilepaskan di sebuah laut lepas dan berdoa untuk mereka yang dihilangkan namun akan tetap hidup.
Dalam buku ini, Leila S. Chudori mengundang kita untuk menyelami kasus penghilangan orang secara paksa. Buku ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama mengambil sudut pandang seorang mahasiswa aktivis bernama Laut, menceritakan bagaimana Laut dan kawan-kawannya menyusun rencana, berpindah-pindah dalam pelarian, hingga tertangkap oleh pasukan rahasia. Sedangkan bagian kedua dikisahkan oleh Asmara, adik Laut. Bagian kedua mewakili perasaan keluarga korban penghilangan paksa, bagaimana pencarian mereka terhadap kerabat mereka yang tak pernah kembali. Berusaha mencari secercah harapan tentang saudara, jika masih hidup, dia disekap dimana. Pun jika sudah mati, dimana mereka menguburkannya. Juga tentang perasaan para korban selamat, bagaimana terpenjara nya mereka atas kejadian tersebut.
KELEBIHANÂ
Penulis fiksi historis tersebut mampu membuat tema kelam dalam novel ini menyenangkan dibaca. Drama dan tragedi yang kental dan bernada nostalgik memberi perasaan pilu dan melankolis bagi pembaca. Pembawaan yang mengambil dua sudut pandang berbeda membuat kita dapat berempati dan memahami posisi berbagai pihak yang terlibat dalam kasus-kasus penghilangan orang secara paksa. Novel ini mampu membuka wawasan kita terhadap dunia kesusastraan, seperti adanya puisi-puisi karya Pramoedya Ananta Toer, Rendra, dan masih banyak lagi. Dalam karyanya ini, Leila s. Chudori menyajikan banyak penggalan-penggalan puisi dan lagu-lagu klasik 90an, Sehingga pembaca dapat bernostalgia. Setiap kata yang tertulis di setiap halaman membuat para pembaca ikut merasakan emosi. Rasa sedih, kesal, lucu, takut, menegangkan, dan romantis tercampur aduk menjadi satu. berada dalam ragam bahasanya yang begitu apik dan mudah dimengerti.
Novel ini juga mengajak pembaca untuk selalu mengingat tragedi 98 dan mengingat mereka yang tidak pernah kembali sampai sekarang. Cerita dalam novel ini sungguh menguras air mata pembaca. Bagaimana tidak, gaya cerita yang disajikan oleh sang penulis begitu menyentuh hati. Novel Laut Bercerita mampu membuat para pembaca membuka pikirannya terhadap negeri ini, bahwa kita tidak bisa diam saja apabila para petinggi negara menguasai negeri ini tanpa memikirkan rakyatnya. Walaupun akhir cerita ini menyedihkan, pembaca sangat bangga terhadap ide gagasan yang dituangkan penulis dengan begitu indah.
Novel laut bercerita ini juga bersifat edukatif. Hal itu dibuktikan bahwa didalamnya termuat pengetahuan sejarah rezim di masa orde baru, sejarah penegakkan keadilan sosial dan juga asas demokrasi. Sehingga setelah membaca novel ini, akan banyak memperoleh pengetahuan mengenai sejarah yang akan didapatkan.
KEKURANGANÂ