Metafor alat memiliki logika tujuan (goals), langkah-langkah (strategies), kondisi (circumstances), penggunaan (function), dan prinsip-prinsip pengembangannya (cycle). Dalam artefak teknologi, metafor alat memenuhi asumsi dasar yang meliputi adanya kapasitas (potential, capacities), aktivitas (process, activities), dan produk (impact, products). Kapasitas yang dimiliki alat memungkinkan terjadinya proses-proses (to enable); selanjutnya proses-proses memberi hasil (to produce); dan hasil-hasil kemudian dikembangkan lagi (to expand); demikian seterusnya sehingga terjadi produktivitas dengan siklus (cycle).
Metafor alat, bila diterapkan pada industri 4, oleh karena hakikatnya sebagai bagian atau perpanjangan manusia, maka tidak seyogianya penguasaan atas teknologi dan industri menyebabkan bangsa satu menguasai bangsa lain atas nama kemajuan; tidak juga mempertentangkan bahwa akan terjadi kompetisi antara manusia dengan alatnya; atau bahwa manusia akan tersubordinasikan pada alat yang diciptakannya. Namun sebagaimana ditekankan Schwab, hal ini tergantung sikap kita hari ini.
Pada poin ini Indonesia c/o Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu didorong untuk berani mengetengahkan  inisiatif pemikiran nilai kemanusiaan di tengah pergulatan pemikiran global dalam ketidak-pastian akan pesatnya perkembangan industri 4 (exponential growth) dan tarik-menarik manusia dan teknologi, komunitas dan industri, atau masyarakat dan pasar. Tentu hal ini terdengar seperti ambisi besar, namun bukan sesuatu yang tidak masuk akal karena selaras dengan argumen-argumen penggagasnya. Selain itu, bukankah memang demikian yang dikehendaki Pendidikan Merdeka Belajar (yakni pentingnya karakter)?
Sebagai penutup bagian ini ingin disampaikan bahwa metafor apapun yang dominan bagi sebagian anggota masyarakat atau yang alternatif bagi sebagian yang lain, ia berperan merepresentasikan alam pikir tentang satu fenomena. Sebagai produk budaya, kekuatannya terletak pada kemampuan metafor tersebut dalam memahami dan mengelola hubungan-hubungan antara fenomena satu dengan fenomena lain seiring dengan berjalannya waktu; sehingga tergambar dengan jelas realitas yang terjadi dan bagimana bersikap terhadapnya.Â
Dalam kaitan ini, Revolusi Industri 4, oleh karena magnitude dampak yang ditimbulkannya di hampir seluruh penjuru bumi tidak terkecuali Indonesia maka Pendidikan Merdeka Belajar cepat atau lambat, tersirat atau tersurat, harus memperlihatkan sikap dalam kebijakannya. Bagaimanakah Kebijakan Merdeka Belajar menyikapinya?
Bersambung
Ditulis oleh: Sudarsono M.I., Dosen Senior di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FPBS Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H