"Nanti Mas, nanti aja dulu ini lagi diketik. Nanti saya kasih hasil print-print'annya. Semua udah lengkap ada di sana semua," kata kepala adat, enggan dimintai komentar.
Sejauh yang saya lihat, hanya ada beberapa mercon yang disita. Jumlahnya tak lebih dari belasan buah. Bentuknya seperti selongsong berbahan karton sepanjang kira-kira 60 cm. Setau saya, mercon itu yang biasa mengeluarkan tebakan beberapa kali ke udara.
"Ini mas, hasil kegiatannya" katanya sembari menyerahkan dua lebar kertas yang dicetak berwarna.
Didalamnya berisi istilah-istilah bahasa Bali yang saya tidak mengerti. Tertera juga lokasi diselenggarakan acara, personel yang diterjunkan dan lain sebagainya.
Saya amati berulang kali, membolak-baliknya.
"Pak ini kan press release? Saya enggak mungkin nulis ini. Saya mau berdasarkan fakta di lapangan. Kalau formatnya seperti ini, muatan beritanya sudah berkurang banyak," kata saya protes, "Tadi kata pecalang yang saya tanyakan, katanya besok (hari ini, 31/12) mau diadakan penyisiran lagi? Saya ikut pas acara itu saja".
"Iya memang besok ada razia lagi, tapi kita lebih fokus ke pengamanan malam tahun baru"
Dari penjelasannya, bisa saya pastikan tidak akan ada razia mercon lagi. Yang ada juga kegiatan lain.
Sampai sini suasana mulai cair. Bapak-bapak itu udah bisa diajak bercanda. Meski demikian, bukan berarti saya selesai diceramahi, oh tidak.
Bertubi-tubi nasehat & penjelasan sana sini terus saya terima. Mulai dari sejarah, budaya, semua lengkap dibahas. Saya manggut-manggut pasrah. Mau memotong pembicaraan pun sungkan, tak enak hati. Lha mau bagaimana lagi, sang pemateri sedang semangat-semangatnya ngobrol.
Sekitar 1 jam 15 menit kemudian, saya baru bisa 'lepas' dari sana. Hikmah yang saya peroleh dari peristiwa ceramah serta nasihat panjang itu adalah, saya jadi kenal dekat semua pejabat desa tersebut. Saya pun diberi kartu nama kepala lingkungan.