Mohon tunggu...
daphnelesmana
daphnelesmana Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa S1 Farmasi

Saya adalah mahasiswa S1 Farmasi semester 3 yang aktif di berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Saya menjabat sebagai koordinator pelatihan di lembaga pers mahasiswa, di mana saya mengelola berbagai pelatihan dan pengembangan anggota. Selain itu, saya juga mengikuti beberapa panitia lepas, yang memberikan pengalaman berharga dalam mengelola acara besar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Agama Katolik tentang Bullying pada Kalangan Mahasiswa terhadap Kesehatan Mental

17 November 2024   00:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   17:07 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

       Adapun 4 aspek dalam bullying menurut Coloroso (2007:44), yakni ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi lebih lanjut, dan teror. Pada ketidakseimbangan kekuatan, pelaku dan korban bullying tidak memiliki kekuatan yang sama. 

Hal ini menyebabkan bullying. Pelaku bullying memiliki keunggulan, seperti usia, kemampuan berbicara, status sosial yang lebih tinggi atau berasal dari kasta yang lebih tinggi, sedangkan korban bullying umumnya berasal dari kasta yang lebih rendah dan memiliki kelemahan yang membuat mereka rentan terhadap bullying.

       Niat untuk mencederai ini merupakan pelaku bullying sering kali memiliki niat untuk menyakiti korban secara fisik atau psikologis. Luka fisik dan kesedihan emosional yang dialami korban bullying dapat membuat pelaku bullying puas. Hal ini yang menunjukkan bahwa adanya niat untuk mencederai.

       Ancaman agresi lebih lanjut adalah perilaku berulang baik pelaku maupun korban bullying memahami jika perilaku bullying ini akan terjadi lagi di masa depan. Oleh karena itu, perilaku bullying merupakan perilaku secara kontinu. Aspek terakhir bullying, yaitu teror dimana bullying merupakan bentuk intimidasi yang digunakan untuk mengintimidasi seseorang. Teror memiliki tujuan, yaitu untuk menindas. Perilaku bullying umumnya menindas korbannya.

       Bullying dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan mental korban dan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan korban bullying, terutama pada anak-anak, remaja, hingga mahasiswa. Studi menunjukkan bahwa menjadi korban bullying dapat menyebabkan gangguan psikologis, seperti depresi, kecemasan, dan masalah tidur.

       Korban bullying sering mengalami depresi, yang membuat mereka merasa sedih, kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya mereka nikmati, dan merasa putus asa. Kondisi ini dapat menurunkan kualitas hidup mereka dan bahkan memicu pemikiran atau tindakan yang merugikan diri sendiri (Wahani, dkk, 2022). 

Dampak selanjutnya dari bullying adalah kecemasan. Korban bullying sering merasa cemas, takut, dan was-was dalam berbagai situasi, terutama di kampus. Hal ini dapat mengganggu fokus korban secara akademik dan lingkungan luar (berinteraksi dengan orang lain), serta meningkatkan risiko mengembangkan gangguan kecemasan yang lebih serius di masa depan (Yulianti, dkk, 2024).

       Korban bullying umumnya mengalami gangguan tidur, termasuk kesulitan tidur (insomia), sering terbangun di malam hari, atau mimpi buruk berulang akibat trauma yang dialaminya. Gangguan tidur ini dapat menyebabkan kelelahan, penurunan konsentrasi, dan mempengaruhi kesejahteraan fisik dan mental mereka secara keseluruhan (Saputri, 2020). Selain efek psikologis adapun bullying juga dapat membuat korban merasa tidak aman dan terisolasi di kampus. 

Perasaan tidak aman ini dapat menghambat korban bullying untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun akademik, serta mempengaruhi pertumbuhan sosial dan emosional mereka. Hal ini juga dapat merusak pengalaman kampus secara keseluruhan dan berdampak pada kemampuan mereka untuk berkembang secara optimal dalam komunitas kampus.

       Menurut Gereja Katolik, tindakan kekerasan bullying dianggap sebagai pelanggaran moral yang menentang penghormatan terhadap martabat manusia, karena melibatkan penghinaan, merendahkan, dan dapat menyakiti individu lain baik secara fisik maupun emosional (Lohor & Nampar, 2021). Gereja menentang perilaku bullying dan melalui tindakan kasih yang diajarkan oleh Kristus. Gereja juga membantu mereka yang menjadi korban. 

Pandangan ini sejalan dengan prinsip yang terkandung dalam Konsili Vatikan II, yaitu menetapkan bahwa Gereja harus terlibat dalam menangani masalah kemanusiaan. Menurut Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, para murid Kristus juga merasakan kegembiraan, harapan, kesedihan, dan kecemasan manusia (Konsili Vatikan II, 1965). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun