"Dari mana, Bu?" sapa seorang gadis yang menyunggi buah nangka.
Emak mengeratkan pegangannya ke pinggang Juleha. Dia terus komat-kamit merapalkan mantra keselamatan yang diajarkan oleh Mbah Mintardi. Sementara, Juleha terus berdzikir meski tubuhnya gemeteran.
"Sungai depan sana banjir, Mbak! Putar balik saja!" teriak salah seorang anak yang menuntun kambing.
"Jembatan di ujung kampung roboh, Bu. Lewat sini saja biar cepat sampai ke kampung sebelah sebelum surup."
Suara adzan melegakan hati Juleha karena pertanda sudah bebas dari rayuan demit. Dia melihat wajah emak yang pasi dari kaca spion.Â
"Ngapain berhenti, Ha? Keburu malem, tau!"
"Kalau bapak tanya nanti mau jawab apa?"
" I--ya ... bilang aja dari rumah teman emak, anaknya sunatan."
"Demen banget boong sih, Mak. Nih bisa jadi salah satu penyebab jodohku seret loh. Mana pakai acara ke dukun, ninggalin salat lagi!"
Emak akan melayangkan protes, tetapi Juleha melenggang ke arah masjid. Gadis itu menyesal sejadi-jadinya karena turut ke jalan yang sesat. Tanpa memberi tahu emak, dia membuang jimat ke tempat sampah di depan masjid lalu segera menunaikan ibadah salat magrib. Selama perjalanan menuju rumah, dia menjaga jarak untuk tidak banyak bicara dengan emak.
"Dari mana kalian?" tanya bapak penuh selidik.