Lelaki itu tambah ketakutan.
“Berjalanlah terus ke timur. Di persimpangan sana, ambilah jalan ke utara, mendaki naik ke atas perbukitan karang itu. Di baliknya akan kau temukan rumahmu.”
Kaki-kakinya yang tadi lemas tiba-tiba terlecut tegang. Ia berdiri dan dengan setengah berlari mulai menyusuri jalan setapak menuju ke persimpangan itu, lalu berbelok ke kiri dan menghilang disembunyikan karang-karang.
Kursimu kembali bergoyang bersama gubuk yang doyong, sembari matamu menekuni lautan pasir di ufuk barat, entah untuk yang keberapa kalinya. Menunggu dan menunggu sampai kamu terlelap.
“Kek! Kek!”
Lagi-lagi suara lirih mengganggu tidurmu.
“Kek …”
Kelopak matamu masih terlalu lengket untuk membuka.
“Ini tempat apa, Kek?”
Sebuah sosok kabur memenuhi pandanganmu yang masih mencoba untuk mencari titik fokusnya.
“Maaf saya sudah membangunkan kakek …”