Akhirnya terlihat jelas wujud si pemilik suara. Seorang perempuan yang tidak muda lagi sedang membungkuk di depan mukamu. Sama seperti orang asing sebelumnya, pakaiannya lusuh dan ia juga bertelanjang kaki. Kamu segera membetulkan posisi duduk dan memungut pipa rokokmu yang sekarang tergeletak di lantai.
Ia mundur satu langkah.
“Apa yang membawamu kemari?” tanyamu bosan. Seakan sudah ribuan kali kata-kata itu terangkai dari mulutmu.
“Entahlah, Kek. Yang terakhir saya ingat, saya sedang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Saya dapat kabar bahwa suami saya kecelakaan saat pulang dari kantor. Karena itu saya ingin cepat-cepat menuju rumah sakit.”
Perempuan itu menggigit bibir sejenak sebelum melanjutkan ceritanya.
“Namun tiba-tiba ada orang yang menyeberang jalan dan saya tak sempat lagi untuk menginjak rem …”
Napasnya terisak.
“Setelah itu semuanya gelap. Saya kembali tersadar saat merasakan panas matahari yang menyengat kulit.”
Ia mengacungkan telunjuknya ke arah barat.
“Disana, saya terbangun di tengah padang pasir itu. Kemudian saya berjalan terus selama berhari-hari dan akhirnya saya menemukan tempat ini.”
Kamu menguap selebar-lebarnya tanpa menunjukan rasa tertarik sedikitpun pada cerita perempuan itu. Namun ia tak mengacuhkan reaksimu itu. Wajahnya malah semakin cemas.