Hal tersebut karena gaji menjadi buruh lebih besar dibandingkan gaji guru kala itu. Selain itu, mungkin untuk menjadi buruh tidak perlu repot sekolah tinggi.Â
Sampai saat ini, zamannya saya Majalaya masih lekat dengan industri. Jika dari Bandung melalui Baleendah, maka disepanjang jalan akan menemui bermacam-macam pabrik.Â
Ketika memasuki Majalaya, anda akan disuguhkam cerobong asap pabrik, di Ciparay terdapat parbik tekstil PT Sipatex.Â
Kemudian sekitar Solokan Jeruk dan Rancaekek ada PT Kahatex, di daerah Cicalengka juga banyak dijumpai pabrik. Saya tidak tahu nama pabrik tersebut, namun ketika saya hendak menuju stasiun kereta api Cicalengka, Â disepanjang jalan hanya pabrik.
Saya tidak tahu persis jumlah pabrik tekstil yang ada di daerah saya karena banyak. Belum lagi di daerah yang lumayan disebut pegunungan, jika anda pergi ke daerah Loa yang memang masuk dataran tinggi sudah mulai muncul pabrik tekstil, meskipun tidak sebesar PT.Â
Aktivitas pabrik sendiri biasanya pada pagi hari dan sore hari. Ketika anda hendak lewat ke daerah yang saya sebutkan di atas pada waktu itu, maka siap-siap anda terjebak kemacetan.
Saya pernah terlambat kuliah pagi karena terjebak macet ketika lewat daerah tersebut. Pagi hari merupakan waktu masuk kerja untuk shiff pagi, sedangkan untuk shiff malam pagi hari merupakan waktu pulang.Â
Jadi bisa dibayangkan betapa macetnya jalanan. Pun dengan sore hari, sore hari adalah waktu pulang bagi yang shiff pagi, dan waktu masuk untuk shiff sore. Pada malam hari, shiff sore akan pulang kerja, pekerja yang kebagian shiff malam akan masuk.Â
Begitulah setiap hari yang saya lihat sehari-hari. Perlu dicatat, kebanyakan dari buruh tersebut adalah perempuan. Di waktu yang sudah saya sebutkan, dan lokasi yang saya sebutkan.Â
Jika anda lewat pada lokasi dan jam tadi, maka anda akan dengan mudah melihat beratus-ratus orang yang berbaju biru, memakai masker, dan berhijab. Ya kebanyakan kerah biru itu perempuan.Â