"Siapa gerangan yang menaruh dan membawanya?"
"Adik saya mam" jawabku.
Perhatian kemudian tertuju ke arahku. Dengan sedikit serius aku menjelaskan.
"Dia memahami bahwa seorang petani itu harus dekat sang pencipta, menjadi petani memang pekerjaan yang tidak mudah. Kenapa? Ada banyak hal bisa tak terduga sehingga panen bisa gagal. Cuaca, hama, dan lain sebagainya. Belum lagi, kita tahu bahwa yang memberi pertumbuhan sampai kita bisa menikmati buahnya hanyalah Tuhan. Wajarkan! Tegasku.Â
Bukankah dalam Kitab Suci kita, dituliskan mengenai pengajaran dengan ilustrasi dari bidang pertanian. Seperti pohon, buah, ranting, menabur, menanam, dan masih banyak lagi.
Semua mengangguk, tanda setuju dengan itu.
Tiba-tiba....
"Saat kita antre mandi." Tegas mam, terasa mama sendiri yang memberi perintah.
Bukankah ini cara kita menggali makna dari kitab suci? Contoh diatas, tak ubahnya, tindakan yang pernah kita lakukan. Kita menempatkan kesusakaan kita yang lain untuk menggali maknanya. Saat membaca kubu-buku yang memberi makna dalam pikiran. Tidak puas dengan itu, kita menonton film-film yang memperjelas makna karena tampak gambar dengan tayangan yang nyata.
Itulah tindakan di atas, membaca Kitab Suci dan memperjelas makna dengan tindakan nyata yang menyangkut bidang pekerjaan kita. Sungguh Kitab Suci membuka maknanya ketika kita tempatkan pada posisi yang tepat dalam setiap langkah hidup kita.
Tergantung kita menempatkan Kitab Suci itu pada posisi dimana dan sebagai apa?