Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Sumber Daya yang (Seharusnya) Membuat Indonesia Sejahtera: Rempah, Minyak, dan Data

1 Juli 2024   16:25 Diperbarui: 1 Juli 2024   21:30 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: penampakan ruang pusat data Alibaba Cloud. (ALIBABA CLOUD via Kompas.id)

Di masa silam, rempah-rempah menjadi sumber daya yang bernilai tinggi. Siapa pun yang bisa menguasai dan mengelola rempah secara baik, maka akan menjadi kaya. Setelah kejayaan rempah-rempah meredup, minyak bumi menjadi sumber daya yang bernilai tinggi.

Sama seperti rempah, siapa pun yang mampu menguasai minyak, maka akan menjadi kaya bahkan menguasai dunia.

Indonesia dalam sejarahnya pernah menjadi bangsa yang kaya rempah dan minyak bumi. Sumber daya tersebut seharusnya bisa membuat bangsa Indonesia sejahtera. Namun, Indonesia gagal memanfaatkan momentum kejayaan rempah dan minyak untuk menjadi bangsa yang besar dan makmur.

Zaman terus berjalan. Data menjadi sumber daya penting di era digital saat ini. Siapa yang bisa menguasai dan mengelola data, maka ia akan menjadi pihak yang menang dan kaya. Dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia saat ini memiliki potensi kekayaan data yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa.

Namun, mungkinkah Indonesia memanfaatkan momentum ini di tengah ringkihnya keamanan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS)?

Indonesia di Era Rempah-rempah

Indonesia, sebuah negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, telah lama dikenal sebagai salah satu produsen rempah-rempah terkemuka di dunia. 

Pada masa lalu, rempah-rempah seperti cengkeh, pala, lada, dan kayu manis menjadi komoditas yang sangat berharga dan menjadi magnet bagi para penjelajah dan pedagang Eropa.

Kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris ke Nusantara pada abad ke-16 hingga ke-18 sebagian besar dipicu oleh keinginan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah ini.

Rempah-rempah tidak hanya digunakan sebagai bumbu masakan, tetapi juga sebagai bahan pengobatan dan pengawet makanan, menjadikannya komoditas yang sangat berharga di pasar internasional.

Perjanjian rempah-rempah antara kerajaan di Indonesia dengan bangsa asing memiliki peranan penting dalam sejarah Nusantara. Salah satu perjanjian penting adalah Perjanjian Bongaya yang ditandatangani pada tahun 1667 antara Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan dan Belanda.

Perjanjian ini mengakhiri konflik antara kedua pihak dan memberikan kontrol monopoli perdagangan rempah-rempah kepada Belanda. Kerajaan Gowa dipaksa untuk menyerahkan hak-haknya atas perdagangan rempah-rempah dan menutup pelabuhannya bagi bangsa lain kecuali Belanda.

Perjanjian ini menunjukkan bagaimana bangsa asing mampu memanfaatkan perpecahan dan kelemahan internal kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk memperkuat dominasi mereka.

Jauh di masa sebelumnya, ada juga Perjanjian Saragosa pada tahun 1529 yang melibatkan Spanyol dan Portugis. Walaupun perjanjian ini tidak langsung melibatkan kerajaan di Indonesia, dampaknya sangat signifikan.

Perjanjian ini membagi wilayah kekuasaan di dunia baru antara kedua negara tersebut dan mempengaruhi jalur perdagangan serta pengaruh mereka di Nusantara. Portugis, misalnya, memperoleh hak untuk berdagang di Maluku, yang kemudian mereka manfaatkan untuk menguasai perdagangan cengkeh.

Indonesia di Era Minyak Bumi

Selain rempah-rempah, Indonesia juga dikenal kaya akan sumber daya minyak bumi. Penemuan minyak bumi di Indonesia pada akhir abad ke-19 membuka babak baru dalam sejarah ekonomi negara ini.

Minyak bumi menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia, terutama setelah kemerdekaan pada tahun 1945. Eksplorasi dan produksi minyak bumi di berbagai wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan nasional.

Perjanjian minyak bumi antara Indonesia dengan bangsa asing memiliki sejarah panjang yang berawal sejak era kolonial. Pada masa penjajahan Belanda, eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19.

Perusahaan minyak asal Belanda, Royal Dutch Shell, menjadi salah satu pemain utama dalam industri ini. Kontrak kerja sama antara pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan minyak asing ini lebih banyak menguntungkan pihak asing, sementara bangsa Indonesia hanya mendapatkan sedikit dari keuntungan tersebut.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pemerintah Indonesia mulai meninjau ulang perjanjian-perjanjian yang ada dan berusaha mendapatkan kembali kontrol atas sumber daya alamnya, termasuk minyak bumi.

Salah satu langkah signifikan adalah nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak asing pada tahun 1960-an. Pemerintah Indonesia mendirikan Pertamina (dahulu dikenal sebagai Permina) sebagai perusahaan minyak negara untuk mengelola sumber daya minyak bumi.

Namun, kerja sama dengan perusahaan asing tetap diperlukan untuk teknologi dan investasi. Perjanjian Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC) diperkenalkan, di mana perusahaan asing dapat beroperasi di Indonesia dengan syarat membagi keuntungan dengan pemerintah Indonesia.

Pada era modern, perjanjian minyak bumi antara Indonesia dengan bangsa asing lebih kompleks dan melibatkan banyak aspek, termasuk teknologi, lingkungan, dan hak-hak masyarakat lokal.

Pemerintah Indonesia berupaya untuk menyeimbangkan antara menarik investasi asing dan memastikan bahwa keuntungan dari sumber daya alam dinikmati oleh rakyat Indonesia.

Meskipun ada tantangan, seperti fluktuasi harga minyak dan isu-isu terkait lingkungan, upaya untuk mengelola sumber daya minyak bumi dengan adil dan berkelanjutan terus dilakukan.

Potensi Rempah dan Minyak Gagal Dimanfaatkan untuk Kesejahteraan Bangsa Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terletak di jalur perdagangan maritim utama, pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dunia.

Cengkeh, pala, lada, dan berbagai jenis rempah lainnya menjadi komoditas utama yang menarik perhatian bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris.

Selain rempah-rempah, Indonesia juga kaya akan sumber daya alam lainnya, termasuk minyak bumi yang ditemukan dalam jumlah besar di berbagai wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan.

Namun, meskipun kaya akan sumber daya alam, kenyataan bahwa rakyat Indonesia tidak sejahtera tetap menjadi pertanyaan besar. Penyebab utamanya adalah pengelolaan sumber daya alam yang tidak maksimal dan tidak merata.

Selama masa penjajahan, sumber daya alam Indonesia dieksploitasi untuk kepentingan penjajah dan bukan untuk kesejahteraan rakyat setempat. Setelah kemerdekaan, meskipun ada upaya nasionalisasi dan pembangunan, korupsi dan kebijakan yang tidak efektif sering kali menghambat distribusi kekayaan secara merata.

Selain itu, ketergantungan yang berlebihan pada ekspor komoditas mentah tanpa pengembangan industri hilir juga menjadi faktor penyebab. Banyak daerah penghasil rempah dan minyak bumi tetap tertinggal karena kurangnya investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Untuk mencapai kesejahteraan yang lebih merata, Indonesia perlu fokus pada pengelolaan sumber daya alam yang lebih adil dan bertanggung jawab.

Dalam kegagalan pemanfaatan rempah dan minyak untuk kesejahteraan, penguasa atau pemerintah negeri ini tentu saja punya andil.

Perjanjian-perjanjian di era rempah-rempah adalah contoh bagaimana tidak berdayanya penguasa lokal terhadap kekuatan asing. Sementara mentalitas korupsi dan kebijakan yang tidak efektif, telah gagal menjadikan minyak bumi sebagai potensi untuk kesejahteraan masyarakat.

Data sebagai Sumber Kekayaan Baru

Data sering disebut sebagai sumber kekayaan baru karena memiliki nilai yang sangat tinggi dalam dunia modern, terutama dalam konteks bisnis dan teknologi.

Di era digital ini, data dapat digunakan untuk mengidentifikasi tren, memahami perilaku konsumen, meningkatkan efisiensi operasional, dan membuat keputusan yang lebih tepat dan strategis.

Dengan memanfaatkan data, perusahaan dapat mengembangkan produk dan layanan yang lebih baik, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan keuntungan.

Selain itu, data juga memainkan peran penting dalam inovasi dan pengembangan teknologi baru. Misalnya, kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin (machine learning) memerlukan sejumlah besar data untuk melatih algoritma dan model yang dapat memprediksi hasil atau mengotomatisasi proses.

Teknologi-teknologi ini kemudian dapat digunakan dalam berbagai industri, dari kesehatan hingga transportasi, untuk menciptakan solusi yang lebih efektif dan efisien.

Namun, penting untuk diingat bahwa nilai data tidak hanya terletak pada kuantitasnya, tetapi juga pada kualitas dan cara pengelolaannya.

Data yang tidak terstruktur atau tidak akurat dapat menimbulkan masalah dan bahkan merugikan perusahaan. Dengan pendekatan yang benar, data dapat menjadi aset berharga yang mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi.

Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan luas wilayah yang membentang dari Sabang hingga Merauke, memiliki potensi kekayaan data yang sangat besar. Data ini mencakup berbagai sektor termasuk demografi, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.

Ilustrasi serangan hacker (gambar dibuat dengan AI)
Ilustrasi serangan hacker (gambar dibuat dengan AI)

Jika dikelola dan dianalisis dengan baik, data tersebut dapat menjadi sumber daya yang sangat berharga bagi pembangunan nasional.

Data yang akurat dan komprehensif dapat membantu pemerintah dalam merencanakan kebijakan yang lebih efektif, serta mengukur dampak dari berbagai program sosial dan ekonomi.

Lebih jauh lagi, kekayaan data Indonesia juga memiliki potensi besar dalam sektor bisnis dan industri. Perusahaan-perusahaan teknologi dapat memanfaatkan data untuk mengembangkan produk dan layanan yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Bobolnya PDNS

Namun, belum juga data dimanfaatkan sebagai sumber kekayaan untuk kesejahteraan, kita malah dikejutkan oleh serangan siber terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Juni 2024 lalu. Bobolnya PDNS ini bisa dibilang sebagai kekurangmampuan pemerintah dalam menjaga keamanan data.

Padahal, keamanan data adalah aspek krusial dalam era digital yang semakin berkembang. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan data warganya.

Hal ini penting karena data yang dikumpulkan dan disimpan oleh pemerintah mencakup informasi sensitif, seperti identitas pribadi, data keuangan, dan riwayat kesehatan. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah, konsekuensinya bisa sangat merugikan, termasuk pencurian identitas, penipuan, dan pelanggaran privasi.

Selain itu, menjaga keamanan data juga penting untuk mempertahankan kepercayaan publik. Masyarakat harus merasa yakin bahwa informasi pribadi mereka aman ketika berinteraksi dengan layanan pemerintah.

Namun, masih adakah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal keamanan data jika terjadi serangan siber?

Jika pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah signifikan, maka harapan akan data sebagai sumber kesejahteraan hanyalah mimpi di awan. Potensi besar yang kita punya: rempah, minyak bumi, dan data, belum bisa membawa bangsa ini menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun