Padahal, yang aneh justru pernyataan Muhyidin. Dia mengatakan, Indonesia bukan negara agama, tetapi pandangannya seolah-olah Indonesia itu negara agama. Ia mengatakan, Kapolri itu pimpinan aparat keamanan, terus apa hubungannya dengan ia harus beragama Islam? Apa hubungannya dengan penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam?
Tugas Kapolri memang sangat berat, tetapi bukan karena agamanya, melainkan karena berbagai permasalahan yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban nasional. Untuk itu kita harus mendukungnya.
Muhyiddin menyebut wajar bila pemimpin di negara manapun memiliki agama yang sama dengan yang dianut oleh mayoritas penduduknya. Contohnya seperti Amerika Serikat yang penduduknya mayoritas nonMuslim, maka presiden atau kepala aparat keamanannya juga mengikuti latar belakang nonMuslim.
Ia memprediksi akan banyak kendala psikologis yang akan dihadapi oleh pemimpin beragama nonMuslim di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Yang aneh itu bukan jika ada seorang Kapolri beragama bukanIslam, tetapi justru sikap yang mempermasalahkan hal tersebut. Karena tidak sesuai dengan konstitusi, dan bertentangan dengan fakta bahwa Indonesia bukan negara agama. Sesuatu yang bukan masalah dipermasalahkan, sesuatu yang tidak berkaitan dengan agama, dikait-kaitkan dengan agama, masyarakat luas tidak mempermasalahkannya, mereka yang mempermasalahkannya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sama sekali tidak menentukan syarat menjadi Kapolri harus beragama tertentu, termasuk Islam. Hal tersebut sangat wajar karena lembaga Polri adalah alat negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), bukan lembaga agama, bukan lembaga dakwah. Ia tidak mengurus tentang agama.
UUD 1945 juga menjamin bahwa semua WNI mempunyai hak dan kewajiban yang sama baik sebagai masyarakat biasa, maupun sebagai pejabat negara.
Juru bicara Kompolnas Poengky Indarty mengatakan, dalam menentukan siapa yang layak dicalonkan sebagai Kapolri, agama tidak pernah dijadikan bahan pertimbangannya, setiap perwira Polri dengan agama apapun memiliki kesempatan sama.
"Kompolnas berpegang pada track record dan prestasi. Integritas juga jadi bagian yang penting. Tapi kalau agama tidak menjadi pertimbangan," kata Poengky (24/11/2021).
Dalam sejarahnya, Polri juga pernah dipimpin dua kali oleh Kapolri beragama Kristen. Yang pertama adalah Jenderal Pol Soetjipto Danoekoesoemo, yang merupakan Kapolri ketiga Indonesia. Masa jabatannya dari tahun 1963-1965. Ia meninggal dunia pada  1998.
Yang kedua adalah Jenderal Pol. Widodo Budidarmo. Ia merupakan Kapolri ketujuh Indonesia. Masa jabatannya dari tahun 1974-1978. Ia meninggal dunia pada 5 Mei 2017, dalam usia 89 tahun.