Dengan tafsir dan argumen tersebut Tjahjo Kumolo tidak merasa Pemerintah telah melanggar hukum (Undang-Undang Pemerintah Daerah), malah sebaliknya, bagaimana jika dia terlanjur memberhentikan sementara Ahok, tetapi ternyata jaksa menuntut Ahok di bawah 5 tahun?
Lagipula, selama ini belum pernah ada jaksa yang menuntut terdakwa penistaan agama dengan hukuman penjara maksimal (5 tahun penjara).
Tentu, akan ada yang menyanggah, selama ini pula belum pernah terdakwa penistaan agama yang dibebaskan hakim. Jawaban saya: Mungkin sekali Ahok merupakan terdakwa penistaan agama yang pertama yang akan divonis bebas hakim, atau paling tinggi divonis dengan hukuman percobaan. Kenapa bisa?
Untuk menjawabnya, silakan membaca terus artikel ini.
Untuk merespon tuntutan para anti-Ahok agar Ahok dinonaktifkan, Tjahjo juga telah meminta fatwa dari Mahkamah Agung tentang status Ahok itu, tetapi Mahkamah Agung menolak memberi fatwanya, dengan alasan sudah ada dua gugatan yang disampaikan ke PTUN, jadi, MA tidak bisa memberi pendapat hukumnya karena dapat dianggap mendahului keputusan hakim nanti. Keputusan tentang status Ahok itu diserahkan kembali kepada Pemerintah, dan Pemerintah pun bergeming dengan keputusannya untuk tidak akan menonaktifkan Ahok, menunggu tuntutan jaksa.
Tjahjo menyatakan ia siap diberhentikan Presiden jika ternyata putusannya itu salah. Dan, sampai sekarang Tjahjo tidak diberhentikan oleh Presiden Jokowi, juga tidak ada teguran terhadap Tjahjo atas putusannya tentang Ahok itu.
Jadi, dapat disimpulkan sikap yang diambil oleh Mendagri itu merupakan sikap Presiden Jokowi pula.
Perlu diingatkan juga bahwa menurut Pasal 83 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu, yang berwenang memberhentikan sementara gubernur/wakil gubernur yang berstatus terdakwa sebagaimana dimaksud ayat 1-nya adalah Presiden. Wewenang Mendagri ada pada bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota
Alasan Jokowi  Tidak Menonaktifkan Ahok
Secara tersirat sikap Presiden Jokowi terhadap Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta juga menunjukkan bahwa bagi Presiden tidak seharusnya Ahok diberhentikan sementara sebagaimana dikehendaki oleh 4 parpol tersebut di atas. Jokowi menganggap tidak ada yang salah dengan aktifnya kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Buktinya, ketika ia meninjau proyek pembangunan Simpang Susun Semanggi, Jakarta Pusat, dan proyek MRT, pada Kamis, 23 Februari lalu, Jokowi sama sekali tidak mempermasalahkan saat Gubernur Ahok mendampinginya. Ia bahkan berdiskusi dengan Ahok mengenai kedua proyek tersebut, dan menyatakan kepuasannya atas begitu cepatnya kedua proyek tersebut dikerjakan sehingga dapat diharapkan bisa selesai sesuai dengan yang telah dijadwalkan.
Sikap Presiden Jokowi yang mendukung pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta itu bukan hanya berdasarkan alasan hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo, tetapi juga karena alasan politis.