Naskah Pembukaan UUD 1945 inilah yang semula disebut Piagam Jakarta.
Pancasila Piagam Jakarta itu bertahan terus sampai menjelang disahkan  pada 18 Agustus 1945, lalu muncullah keberatan kelompok Kristen dari berbagai daerah terhadap sila pertama yang memuat tujuh kata tentang syariat Islam itu.
Lalu, Mohammad Hatta mengumpulkan kembali anggota Panitia Sembilan, termasuk tokoh Islam (ulama) untuk berbicara selama sekitar hanya 15 menit tentang masalah yang maha penting itu, dan seperti yang sudah disebutkan di atas, demi pengakuan terhadap pluralisme, dan demi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara yang baru memproklamasikan kemerdekaan itu, semua tokoh sepakat untuk menghilangkan tujuh kata tentang syariat Islam itu.
Kesaksian Mohammad Hatta tentang Pentingnya Peran Soekarno atas Lahirnya Pancasila
Betapa pentingnya peran Soekarno di dalam perumusan dasar negara Pancasila itu juga ditulis dengan lugas oleh Mohammad Hatta di buku otobiografinya itu, yang saya rangkum menjadi sebagai berikut:
Pada Mei 1945 dibentuk suatu panitia dengan nama Panitia Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan anggota sekitar 60 orang. Ketuanya adalah dr. Radjiman Wediodinigrat.
Pada 29 Mei 1945 sidang panitia pertama kali dibuka oleh dr. Radjiman Wediodinigrat dengan pidatonya yang ringkas, ia mengajukan pertanyaan kepada semua anggota panitia: negara yang akan kita bentuk ini, apa dasar negaranya?
Sebagian besar anggota tidak mau menjawab pertanyaan itu karena khawatir akan menimbulkan pertikaian filosofis.
Pada hari ketiga sidang, terjadi perdebatan cukup tajam antara golongan yang ingin mendirikan negara Islam dengan golongan yang ingin negara yang bebas dari pengaruh agama. Hanya Soekarno yang menjawab pertanyaan Ketua Radjiman.
Pada 1 Juni 1945, Soekarno pidato selama sekitar satu jam, dengan inti pembicaraan mengenai Pancasila. Pidato itu disambut dengan tepuk tangan yang riuh. Hal itu dianggap sebagai suatu persetujuan.
Ketua Radjiman mengangkat suatu panitia kecil yang di dalamnya duduk semua aliran: Islam, Kristen, dan mereka yang dianggap ahli konstitusi, untuk merumuskan kembali pokok-pokok pidato Sukarno itu.