Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pancasila Menurut FPI, dan Pancasila Menurut Sejarah

23 November 2016   23:17 Diperbarui: 24 November 2016   00:07 11189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal tersebut terjamin dengan ditetapkan suatu dasar negara yang mencakup semua golongan tersebut, yang dinamakan Pancasila itu.

Oleh karena itu dengan jiwa yang besar demi persatuan dan kesatuan bangsa, para tokoh pendiri negara ini khususnya dari tokoh-tokoh Islam (ulama)  bersikap toleran dan berkompromi dengan tokoh-tokoh nasionalis dan Kristen untuk menghilangkan frasa tentang kewajiban menjalankan syariat Islam itu menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” tersebut, sehingga dasar negara yang bernama Pancasila itu tidak diskriminatif.

Dari kesaksian langsung pelaku sejarah, salah satu pendiri NKRI ini, yang ikut merumuskan konsep final Pancasila, Mohammad Hatta, terbukti penghilangan frasa  “Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang kemudian membentuk Pancasila seperti sekarang ini justru terjadi berkat kesepakatan para ulama yang mementingkan persatuan dan kesatuan NKRI yang baru merdeka ketika itu.

Sangat tidak benar, bahkan menyesatkan, pernyataan Rizieq Shihab dan Munarman yang mengatakan perubahan tersebut disembunyikan dari para ulama, dan merupakan pengkhiataan pertama terhadap umat Islam.

Patut diduga, mereka sengaja mengdokrinasi massa dengan informasi sejarah yang salah tersebut demi memperoleh dukungan massa militan sebanyak-banyaknya demi mendukung mereka mencapai cita-citanya mengganti Pancasila yang sekarang dengan Piagam Jakarta, agar alasan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dapat diwujudkan.

Pancasila Harus Sesuai dengan Budaya Bangsa Indonesia

Padahal, seperti yang dikatakan Mohammad Hatta, dihilangkannya frasa “Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” itu juga tidak berarti umat Islam Indonesia tidak dapat lagi menjalankan syariat Islam berdasarkan undang-undang negara, karena ketentuan mengenai syariat Islam itu dapat dibuat dalam bentuk undang-undang, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat di Indonesia, bukan di Arab di abad ke-8, ke-9, atau ke-10.

Makna dari kalimat terakhir Mohammad Hatta ini juga mengisyratkan bahwa sejak Republik ini merdeka, para pendirinya juga menyadari bahwa hukum negara ini meskipun bernafaskan agama tetap kehidupan sehari-hari warga negaranya harus sesuai dengan keadaan negaranya sendiri, harus sesuai dengan adat istiadat dan budaya asli Indonesia, bukan budaya asli Arab. Arab tidak identik dengan Islam.

Misalnya, oleh karena budaya Indonesia mempunyai busana nasionalnya, seperti batik, maka sebaiknya dalam kehidupan sehari-hari, atau pada hari-hari perayaan nasional tertentu kita melestarikannya, dengan mengenakan busana Batik, memakai kopiah, pakaian adat, dan lain-lain.

Dari uraian fakta sejarah tersebut di atas, kita pun menjadi tahu, kenapa Piagam Jakarta yang memuat Pancasila dengan sila pertama: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,”itu kemudian oleh para pendiri negara ini diubah dengan menghapuskan tujuh kata tersebut, sehingga menjadi seperti sekarang: Ketuhanan Yang maha Esa, yang berlaku bagi semua agama yang ada di Indonesia.

Peran Soekarno

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun