Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dua Belas Artikel Lawas Ini Menunjukkan DPR Memang Tak Pernah Berubah

29 September 2016   12:50 Diperbarui: 29 September 2016   13:02 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pimpinan Komisi II DPR-RI (Inikata.com)

Tentu saja, karena jumlah total kursi KMP di parlemen lebih banyak, kubu KIH pun kalah. DPR pun dipimpin justru oleh parpol-parpol yang perolehan kursinya jauh di bawah PDIP. PDIP sebagai pemenang Pemilu terpaksa hanay bisa gigit jari, tidak dapat apa-apa di parlemen.

Sukses dengan UU MD3, KMP terus bergerak, giliran UU Pilkada 2008 yang mereka garap, dengan berupaya mengubah ketentuan yang sesungguhnya merupakan hasil perjuangan reformasi yaitu sistem pilkada langsung (kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat) dikembalikan menjadi seperti zaman Orde Baru lagi, yaitu kepala daerah dipilih oleh parpol-parpol di DPRD.

3.Jika Pilkada oleh DPRD, Seperti Apa Karakter Gubernur DKI Jakarta(Kompasiana, 9 September 2014):

Di artikel ini saya memberi gambaran apa jadinya jika kepala daerah benar-benar kembali dipilih oleh parpol atau koalisi parpol. Saat artikel ini ditulis RUU Pilkada tersebut masih dibahas di DPR.

Seperti di DPR, parpol-parpol itu pasti lebih mengedepankan kepentingannya daripada kepentingan rakyat banyak, maka kepala daerah yang dipilih hampir pasti hanya merupakan perpanjangan tangan dari parpol-parpol tersebut.

Di artikel ini, saya menulis: seandainya RUU Pilkada 2014 ini berhasil disahkan, maka, misalnya, di pilkada DKI 2017, jika yang bersaing adalah calon gubernur berkarakter seperti Jokowi atau Ahok melawan calon yang berkarakter seperti Haji Lulung atau M Taufik,  DPRD DKI akan memilih calon gubernur DKI yang berkarakter seperti Haji Lulung atau M Taufik. Karena kedua orang ini pasti bisa diajak berkompromi, tau sama tau dalam mengurus keuangan DKI. Hal yang berbeda jika gubernurnya punya karakter seperti Jokowi atau Ahok.

4. Gerindra Memang Bukan Habitat Ahok (Kompasiana, 10 September 2014):

Di artikel ini membahas tentang konflik antara Ahok dengan partainya sendiri, Partai Gerindra. Gara-garanya: Ahok sangat tidak setuju dengan perjuangan Gerindra di DPR yang menjadi motor penggerak parpol-parpol lain di KMP untuk mengubah sistem pilkada langsung oleh rakyat, menjadi diplih oleh parpol-parpol di DPRD.

Ahok menentang tekad Gerindra tersebut, ia beranggapan pilkada oleh rakyat sudah benar, demokratis, dan melaksanakan kedaulatan rakyat, kalau kembali ke sistem perwakilan itu sama saja dengan mengkhianati perjuangan reformasi.

Karena kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan prinsipnya masing-masing, pada 10 September 2014, Ahok mengirim surat pengunduran dirinya dari Partai Gerindra.

Sejak itulah Ahok lepas dari Gerindra, yang memunculkan timbulnya permusuhan antara Ahok dengan Gerindra, sampai dengan hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun