Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dua Belas Artikel Lawas Ini Menunjukkan DPR Memang Tak Pernah Berubah

29 September 2016   12:50 Diperbarui: 29 September 2016   13:02 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pimpinan Komisi II DPR-RI (Inikata.com)

Kubu Prabowo menggugat KPU di Mahkamah Konstitusi (MK),  meminta MK membatalkan kemenangan Jokowi-JK yang diputuskan KPU tersebut. Tetapi, MK menolak gugatan tersebut, memperkuatkan keputusan KPU tersebut.

Tidak terima dengan keputusan MK tersebut, kubu Prabowo masih menggugat lagi ke Mahkamah Agung, padahal berdasarkan UUD 1945 dan UU tentang MK, MK adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengadili sengketa pemilu, termasuk pemilu presiden, serta sifat keputusan MK adalah mengikat, pertama dan terakhir. Artinya tidak ada upaya hukum, atau cara lain yang bisa membatalkan keputusan MK tersebut.

Pada kesempatan itu juga Ketua DPD Partai Gerindra Muhammad Taufik berorasi di depan gedung MK, meminta pendukung Prabowo-Hatta untuk menculik Ketua KPU Husni Kamil Manik karena berbuat curang untuk memenangkan Jokowi-JK.

Gagal total di jalur hukum, KMP melanjutkan aksinya di parlemen, mereka hendak menyusun kekuatan untuk membentuk Pansus Pilpres 2014 untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres yang dilakukan oleh pihak Jokowi-JK bersama KPU.

Rencana aksi yang jauh di luar batas kepatutan itu akhirnya tak jadi dilaksanakan, sebagai gantinya mereka berkonspirasi untuk menguasai parlemen dengan cara mengubah pasal-pasal tertentu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009  tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pilkada. 

2.UU MD3 dan RUU Pilkada 2014 Mengkhianati Demokrasi dan Merampok Kedaulatan Rakyat(Kompasiana, 7 September 2014):

 Di artikel ini saya membahas aksi KMP yang secara total menguasai parlemen untuk mengubah ketentuan-ketentuan di pasal-pasal tertentu di UU MD3 2009 dan UU Pilkada 2008 dengan maksud untuk menguasai parlemen.

UU MD3 sebelum direvisi menentukan partai politik pemenang pemilu legislatif secara otomatis menjadi pimpinan DPR sesuai dengan perolehan kursi yang diperoleh, yakni dari yang terbanyak menjadi Ketua DPR, diikuti dengan terbanyak kedua sampai kelima masing-masing menjadi wakil ketua DPR. 

Ketentuan tersebut sudah sejak lama berlaku; demokratis dan logis, bahkan di saat rezim diktator Soeharto berkuasa pun ketentuan ini tidak pernah diotak-atik.

Tapi, demi menguasai parlemen, sebagai kompensasi kekalahannya di Pilpres 2014, KMP mengubahnya menjadi: penentuan pimpinan DPR itu harus melalui mekanisme voting, dan dengan sistem pengajuan paket calon pimpinan DPR (yang terdiri dari 1 calon ketua DPR dan 4 calon ketua DPR).

Maka kubu KMP mengajukan paket calon pimpinan dari mereka, demikian juga dengan terpaksa karena kalah suara kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mengajukan paket calon pimpinan DPR dari mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun