"Kalau Pak Prabowo misalnya tegas soal perekonomian, yang bener tuh yang mana? Ekonomi yang mau open pada market Internasional atau mau nasionalistik tertutup. Retoriknya nasionalis tertutup, tapi ketika diskusi bicaranya terbuka. Di mana tegasnya?" kritik Anies lagi setelah menghadiri sebuah diskusi dengan tema tentang siapa pemenang Pilpres 2014, di Hotel Haris, Jakarta, 29 Juni 2014.
Bahkan di dalam suatu kesempatan di saat kampanye Pilpres 2014, di Hotel Holiday Inn, Bandung, 3 Juli 2014, Anies juga pernah mengingatkan rakyat Indonesia bahwa kubu Prabowo-Hatta diduga diusung oleh sejumlah partai politik yang dibekingi oleh mafia, seperti mafia migas (Petral), Â impor daging sapi (PKS), haji, pengadaan Alquran (PPP), dan lumpur Lapindo (Golkar).Â
 "Sebab kami jelas akan menuntaskan persoalan tersebut, masyarakat harus bisa membedakannya," kata Anies ketika itu (republika.co.id).
Berubah 180 Derajat
Sikap Anies terhadap Prabowo masih terus berlaku sampai pada detik ketika Prabowo Subianto membuka pintu peluang kepadanya untuk masuk melalui Partai Gerindra bersama PKS menuju kursi DKI-1. Tanpa banyak pertimbangan lagi, Anies Baswedan menyatakan kesediaannya. Apalagi ia baru saja kecewa berat karena dicopot Presiden Jokowi dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Seketika itu pulalah sikap Anies pun berubah seratus delapan puluh derajat terhadap Prabowo Subianto, tentu karena yang bersangkutan bisa jadi punya jasa besar menghantarkan dia menduduki kursi DKI-1, dan siapa tahu inilah jalan juga menuju RI-1?
Ada isu yang mengatakan bahwa Jokowi mencopot Anies karena dia mengendus ternyata diam-diam Anies memanfaatkan jabatannya itu untuk menggalang kekuatan pendukungnya untuk agenda pribadinya di Pilpres 2019.
Apakah benar begitu? Kita tidak tahu. Â
Tetapi, yang pasti Jokowi tidak mungkin mencopotseseorang, termasuk  Anies yang nota bene adalah salah satu anggota tim suksesnya di Pilpres 2014 begitu saja tanpa alasan yang kuat, sedangkan soal prestasi kerjanya sebagai Mendikbud adalah cukup bagus.
Ada juga analisis yang mengatakan Anies dicopot dan diganti dengan Muhadjir Effendy oleh Jokowi itu dikarenakan Jokowi mendapat tekanan politik pihak tertentu, yang membuat dia akhirnya tak berdaya, terpaksa menuruti keinginan mereka, mencopot Anies digantikan dengan Muhadjir.
Analisis ini pun lemah, karena kekuatan politik apakah yang bisa sedemikian kuat bahkan lebih kuat daripada PDIP yang mampu membuat Jokowi menuruti keinginan mereka (mencopot Anies diganti dengan Muhadjir)? Sedangkan keinginan PDIP (Megawati) agar Jokowi menunjuk Budi Gunawan menjadi Kapolri saja ditolak Jokowi.