Ahok yang telah memilih jalur perseorangan, dan tidak mendaftar di penjaringan calon PDIP, namanya justru lebih bergema kuat daripada Yusril Ihza Mahendra yang mendaftar di mana-mana dan terus-menerus menghujat Ahok.
Ahok sendiri beberapakali mengklaim bahwa secara pribadi Megawati mendukungnya, tetapi secara partai ia tidak tahu, karena PDIP masih harus melalui mekanisme partai. Klaim yang sama diautarakan lagi pada 23 Mei lalu, di Balai Kota. Ahok juga bilang kedekatan dia dengan PDIP sudah berlangsung lama, yaitu sejak 1992.
Rintangan
Dari situasi dan kondisi seperti ini dapat disimpulkan bahwa ada dua rintangan yang membuat Ahok dan PDIP tidak bisa berada di dalam satu kubu.
Pertama, Ahok tidak bisa mendaftarkan dirinya ke PDIP karena telah memilih jalur perseorangan, ia sangat menghargai militanitas relawan Teman Ahok, yang terdiri dari anak-anak muda harapan bangsa itu, serta lebih dari 884.816 (sampai dengan artikel ini dibuat) warga DKI yang telah menyatakan dukungannya kepada Ahok untuk maju lewat jalur perseorangan.
Ahok juga sangat memegang janjinya kepada Teman Ahok bahwa ia akan tetap ikut mereka yang sudah memasang target akan mengumpulkan minimal 1 juta KTP dukungan warga DKI untuk Ahok. Ahok berkata, “Lebih baik kehilangan jabatan, daripada mendapat jabatan tetapi kehilangan kepercayaan rakyat.”
Kedua, PDIP tidak mungkin bisa mengusung Ahok, karena Ahok tidak mendaftarkan dirinya di penjaringan calon gubernur PDIP. PDIP hanya punya dua pilihan mengusung calonnya sendiri, atau ikut jejak Partai NasDem dan Hanura: mendukung Ahok.
Gengsi vs Realitas
Tetapi, sebagai parpol pemenang pemilu, yang menguasai DPRD DKI, dan merupakan parpol satu-satunya yang bisa mengusung calonnya sendiri, ada masalah gengsi di sini. PDIP merasa gengsinya jatuh kalau sampai mendukung Ahok. Karena bukankah dia parpol pemenang pemilu, mayoritas di DPRD DKI, dan sebagai satu-satunya parpol yang bisa mengusung calonnya sendiri di pilgub DKI 2017 itu?
Jika PDIP bersikeras demi gengsinya itu, melawan realitas, maka dapat dipastikan PDI akan menanggung malu, karena kemungkinan besar akan kalah dari Ahok di pilgub DKI 2017 itu. Hal itu juga pasti akan mempengaruhi pemilu legislatif 2019 kelak.
Padahal, sebenarnya PDIP tidak perlu risau dengan masalah gengsi tersebut, sebab justru sebagian besar warga DKI ingin agar PDIP berada di kubu Ahok, mendukung Ahok.