Ketika para petinggi Golkar yang sedang berkonflik itu akhirnya sepakat untuk mengakhiri pertikaian mereka dengan mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dengan agenda utama memilih ketua umumnya yang baru, Yusril malah tampil dengan pernyataannya bahwa seharusnya Golkar tidak perlu mengadakan Munaslub seperti itu, karena secara hukum tidak ada manfaatnya. Ia sempat berpolemik dengan sesepuh Golkar, Akbar Tanjung tentang perlu-tidaknya Munaslub Golkar tersebut.
Aneh, bukan? Ini urusan internal Golkar, para petingginya sudah sepakat mengakhiri konflik mereka secara politik, bukan dengan cara hukum lagi, Â dengan mengadakan Munaslub itu, tetapi lagi-lagi Yusril yang adalah Ketua Umum PBB malah mengintervensi dengan pernyataannya itu, bahkan sempat berpolemik dengan Akbar Tanjung, sesepuh Golkar sendiri.
Kemungkinan Yusril merasa terancam jika Munaslub Golkar itu akan sukses mengakhiri pertikaian di antara para petinggi Golkar itu, lalu yang terpilih sebagai ketua umum Golkar yang baru bukan sosok yang mendukungnya sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta. Sebab, sebelumnya ia optimis Abu Rizal Bakrie akan mendukung dia sebagai bakal calon gubernur DKI itu.
Suara Yusril itu tak lagi didengar, semua petinggi Golkar sudah sepakat untuk tetap mengadakan Munaslub Golkar yang akan diselenggarakan di Bali, pada 25 Mei mendatang. Rencananya Presiden Jokowi yang akan membuka Munaslub tersebut.
Sebelumnya, meskipun berada dalam konflik, Partai Golkar tidak lupa dengan rancangan pencalonan gubernur DKI Jakarta itu. Pada 15 April lalu, Â Sekjen DPP Partai Golkar, Idrus Marham menjelaskan bahwa Golkar melalui DPD Jakarta sudah melakukan banyak persiapan untuk itu, termasuk survei internal siapa yang layak didukung Golkar. Di dalam survei tersebut, lagi-lagi terdapat nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai kandidat yang layak didukung Golkar.
Namun, karena Golkar cuma punya 9 kursi di DPRD DKI, tentu ia membutuhkan koalisi dengan partai lain. Menurut Idrus, untukkeperluan tersebut Golkar sudah menjalin komunikasi dengan PDIP, Gerindra, PKB, dan PKS. Dari ulasan tersebut di atas, komunikasi dengan PDIP, Gerindra, dan PKB hampir dapat dipastikan tidak akan menghasilkan nama Yusril Ihza Mahendra.
Tersisa tiga parpol lagi, yakni PKS, PKB dan PAN, sedangkan Partai NasDem dan Partai Hanura sudah pasti mendukung Ahok, dapatkan Yusril Ihza Mahendra menggantungkan harapannya kepada PKS dan PAN?
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Di antara semua parpol, mungkin hanya PKS yang paling cocok sepaham dengan Yusris Ihza Mahenda di banyak aspek, termasuk ideologi yang berkaitan dengan Syariat Islam dengan kehidupan bernegara dan berkebangsaan.
Namun karena PKS hanya mempunyai 11 kursi di DPRD DKI, maka PKS pun bergantung pada koalisi dengan parpol lain, sementara itu parpol-parpol lain tersebut kelihatannya tidak akan mengusung Yusril.
Jadi, harapan Yusril di PKS juga akan kandas.