Namun, sampai sekarang, Demokrat pun sendiri tampaknya masih belum yakin bisa mengusung bakal calonnya sendiri, dan kehadiran Yusril yang menawarkan dirinya utnuk diusung pun tak berpengaruh apa-apa bagi SBY.
Alhasil, keputusan yang akan diambil Demokrat bisa jadi mirip dengan posisinya di Pilpres 2014 lalu, yakni tidak mengusung pasangan calon mana pun.
Bagaimana dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)?
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Belum apa-apa Yusril sudah memancing kontroversial dan emosi dari partai berlambang Kabah itu, ketika ia yang nota bene Ketua Umum PBB dengan lancang mengintervensi konflik internal PPP, antara kubu Rommahurmizy alias Rommy dengan kubu Djan Faridz.
Yusril yang mengharapkan dukungan dari PPP versi Djan Faridz menegaskan bahwa kepengurusan PPP yang sah adalah kepengurusan Djan Faridz. Padahal, pada 8-10 April 2016, di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Â PPP sudah melakukan Muktamar rekonsiliasi yang diakui pemerintah (dibuka oleh Presiden Jokowi, ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla), dengan menghasilkan keputusan secara aklamasi memilih Romahurmuzy sebagai Ketua Umum PPP yang sah.
Ini, kok, ada ketua umum partai lain yang ukurannya hanya seupil, seenaknya saja menyelonong dengan pernyataannnya bahwa Ketua Umum PPP yang sah adalah Djan Faridz, bukan Rommy. Bukankah lebih baik dia (Yusril) mengurus dan mengembangkan partainya sendiri itu ketimbang mengurus partai orang lain yang nota bene jauh lebih besar dari partainya sendiri itu.
Ternyata, hiper ambisi untuk mendapat jabatan DKI 1 mampu membutakan mata etika seorang pengacara besar dan professor hukum.
"Yusril blunder. Dia telah menutup dirinya sendiri dari dukungan mayoritas mutlak struktur PPP di seluruh Indonesia pada umumnya dan DKI pada khususnya," kata juru bicara PPP Arsul Sani, Minggu (10/4/2016) (sumber).
Partai Golkar
Di dalam konflik internal Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie dengan kubu Agung Laksono, Yusril Ihza Mahendra bertindak sebagai kuasa hukum Golkar versi Aburizal Bakrie.