Kutipan tulisan Gatot Swandito:
Begitu juga dengan HGB, dengan NJOP SW Rp 20.7 juta per M2, apakah harga HGB SW juga Rp 20.7 juta per M2? Lazimnya, di bawah Rp 20.7 juta. Tapi, kalau Pemprov DKI mau membelinya seharga NJOP juga tidak masalah. Hanya saja patut dipertanyakan, kenapa Pemprov mau membelinya dengan harga NJOP?
...
“Karena lazimnya HGB SW dijual sekian persen dari NJOP, maka seharusnya Pemprov DKI tidak perlu mengeluarkan koceknya sampai Rp 755 milyar. Lazimnya lebih rendah dari Rp 755 milyar. Dengan demikian kerugian negara pun seharusnya bukan Rp 191 milyar atau Rp 173 milyar. ...”
Jika Gatot menyampaikan pernyataan ini kepada orang yang mengerti dan biasa berkecimpung dalam jual-beli tanah, mereka pasti akan menertawainya, sebagaimana ketika Ahok pernah menyinggung hal ini di hadapan para pengusaha real estate (pengembang properti) saat membuka Rakerda Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta, di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, 1 Desember 2015.
"Coba tanya nih sama orang REI, di Jakarta ada enggak harga tanah di tengah kota, matang, siap bangun, dijual sesuai harga NJOP? Ada yang mau jual enggak tuh orang REI? Pengembang?" tanya Ahok.
Spontan para pengembang properti itu tertawa mendengar pertanyaan Ahok itu. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) REI Eddy Hussy juga tertawa, "Hahaha, enggak ada," jawabnya.
"Lutanya saja sama mereka, REI, ada enggak orang mau jual tanah di Jakarta, siap bangun, peruntukkannya sudah cocok, dijual NJOP? Ini sudah ada pengusaha, mungkin salah satu anggota REI juga mau beli RS Sumber Waras sama saya," kata Ahok lagi, yang lagi-lagi disambut gelak tawa para pengusaha properti itu (sumber).
“Bukan Jual-Beli Biasa”, Negara Tak Bisa Punya HGB
Direktur Umum Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tedjanegara mengatakan perjanjian antara YKSW dengan Pemprov DKI Jakarta bukan perjanjian jual-beli tanah. "Yang ditandatangani bukan (akta) jual-beli, tapi pengalihan hak atau pelepasan hak," ucapnya di ruang pertemuan RS Sumber Waras, Jakarta Barat, Sabtu, 16 April 2016.
Abraham menjelaskan, akta pengalihan hak dibuat karena badan hukum yang menjual tanah adalah yayasan. Sedangkan pembelinya adalah Pemprov DKI Jakarta. "Jadi ini bukan jual-beli biasa,” katanya.