“Katakanlah YKSW pailit lantas menjual HGB-nya kepada pihak lain sebelum 26 Mei 2016. Transaksi HGB kepada pihak lain sah menurut UU. Sebab HGB bisa diserahterimakan kepada pihak lain dengan cara jual beli, hibah, tukar guling, dll. Asalkan, ada persetujuan tertulis dari pemilik lahan. Itu sama saja dengan orang yang menyewa ruko selama 10 tahun dan pada tahun ke 8, hak sewa itu dijual kepada pihak lain.”
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (UU Kepailitan) menentukan bahwa setiap orang atau badan hukum yang dinyatakan pailit, seketika itu juga tidak lagi punya hak lagi untuk mengurus, termasuk melakukan transaksi dalam bentuk apapun dengan pihak ketiga terhadap hartanya yang masuk dalam kepalitan.
Jadi, jika YKSW dinyatakan palit, tidak mungkin lagi dia bisa menjual tanahnya yang bersertifikat HGB itu kepada siapapun.
Pasal 21 UU Kepailitan: Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Pasal 24 ayat (1) Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
Semua harta kekayaan yang berada di dalam kepailitan berada di bawah kepengurusan kurator yang diangkat dalam keputusan kepailitan tersebut. Kurator dapat dari Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Demikian dari ulasan dari saya. Semoga bermanfaat. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H