Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Im an Employee

Im an Employee

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Conflict Management

27 Juli 2021   20:25 Diperbarui: 27 Juli 2021   20:34 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BAB I PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

 

Konflik tidak pernah lepas dari kehidupan kita sebagai manusia. Karena konflik juga merupakan bukti bahwa kita masih hidup di dunia ini. Hidup kita terus berubah dan hal ini juga yang kadang menjadi tempat untuk tumbuhnya konflik. Ya, perubahan. Timbulnya suatu konflik tentu saja dapat memengaruhi kehidupan seseorang secara psikologis.

Adapun faktor-faktor yang menimbulkan konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, seperti: kemarahan, ketakutan, kejengkelan, perasaan bersalah, perasaan terluka hatinya, penyesalan, kecemasan, trauma, dan sebagainya. Hurlock (1980:212-213) menjelaskan bahwa meningginya emosi itu disebabkan karena adanya tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Sebagai makhluk sosial kita tidak dapat hidup sendiri, artinya kita membutuhkan orang lain. Keadaan inilah yang harus dimanfaatkan oleh kita, bagaimana kita bisa berinteraksi dengan orang lain tanpa harus menimbulkan sebuah konflik.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perlunya suatu manajemen konflik untuk memperlengkapi setiap kita untuk menjadi manusia yang lebih efektif. Untuk itu, dalam makalah ini, akan membahas defenisi dari konflik beserta dengan cara manajemen konfliknya. Juga akan membahas apa saja macam- macam konflik, penyebab timbulnya konflik, dan sebagainya.

BAB II PEMBAHASAN

 

Defenisi konflik

 

Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka. (Cummings, PW 1986:41). Tidak berbeda dengan pendapat di atas, Alisjahbana, ST (1986:139), mengartikan konflik adalah perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang sama. Banyak sekali yang mendefenisikan apa itu konflik yang sebenarnya pada intinya adalah sama. Seperti Folger Et Al menyebutkan bahwa konflik sebagai interaksi orang saling tergantung yang merasakan ketidakcocokan dan kemungkinan gangguan dari orang lain sebagai akibat dari ketidakcocokan ini.

Orang sering menganggap bahwa konflik itu sesuatu yang negatif, berbahaya, atau sesuatu yang harus dihindari. Namun sesungguhnya konflik itu tidak demikian. Konflik itu bersifat netral. Seperti yang di kemukakan oleh Nicocetra (1997), bahwa bagaimanapun, konflik itu sendiri netral. Cara orang mengelola konflik, sebaliknya, adalah indikasi dari kemungkinan hasilnya.

Proses Terjadinya Konflik

 

Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lain menurut Luthans (2006:140) sebagai berikut:

  • a. Antecedent Condition

 

Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresip dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi.

  • b. Perceived Conflict

 

Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut.

  • c. Felt Conflict

 

Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.

  • d. Manifest Conflict

Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini adalah berbagai argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.

  • e. Conflict Resolution or Suppression

 

Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua belah pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain.

  • f. Conflict Alternatif

 

Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimasik konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh akibat terjadinya konflik.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antar lain sebagai berikut:

  • Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi. Komunikasi yang gagal membuat isi berita atas pesan tidak lengkap dan tidak jelas, lengkap dan jelas tetapi tidak sampai pada si penerima dengan baik dan tepat pada waktunya, sampai dengan baik dan tepat pada waktunya tetapi tidak diterima dan ditangkap utuh.

Perbedaan tujuan karena perbedaan nilai hidup yang dipegang. Tindakan dan langkah-langkah yang diambil berbeda; cara penyampaian pendapat dan irama penyampaian berbeda; hal ini juga menyebabkan kurangnya kerjasama.

  • Adanya persaingan yang tidak sehat.
  • Tidak menaati aturan yang ada – adanya usaha untuk menguasai atau untuk merugikan orang lain dengan melakukan perlawanan, barangkali ingin menjatuhkan orang lain karena pendapatnya tidak di terima.
  • Pelecehan pribadi (bisa dengan perkataan) maupun kedudukan.

Tipe Konflik 

Tipe Desktruktif

Ini merupakan tipe konflik yang negative atau menghancurkan. Biasanya adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa di katakan indivudi cenderung menyalahkan. Konflik yang terjadi bisa menimbulkan kerugian antara individu-individu yang terlibat di dalam konflik tersebut. Ada banyak keadaan di mana konflik menyebabkan orang yang mengalaminya mengalami goncangan (jiwa). Bisa juga seperti perasaan cemas/tegang (stres) yang tidak perlu atau yang mencekam. Komunikasi yang menyusut. Persaingan yang semakin meningkat.

Tipe Konstruktif

Ini adalah tipe konflik yang positif atau yang membangun. Tipe ini merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah. Konflik ini berkebalikan dengan konflik destruktif karena konflik konstruktif justru menyebabkan timbulnya keuntungan-keuntungan dan bukan kerugian-kerugian bagi individu atau organisasi yang terlibat di dalamnya.

 Faktor-faktor yang Memengaruhi Manajemen Konflik

Pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (internal) dan kondisi eksternal. Cara individu bertingkah laku dalam menghadapi konflik dengan orang lain akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan-tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain yang dirasakan sehingga ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam penyelesaian masalah, yaitu :

  • Tujuan atau kepentingan pribadi yang dirasa sebagai hal yang sangat penting sehingga harus dipertahankan atau tidak penting sehingga bisa dikorbankan.
  • Hubungan dengan pihak lain. Sama halnya dengan tujuan pribadi, hubungan dengan pihak lain ketika konflik terjadi bisa menjadi sangat penting atau sama sekali tidak penting.

Manajemen Konflik yang Tidak Produktif 

Manfaat utama dalam membahas metode-metode yang tidak efektif ini adalah memungkinkan kita mengidentifikasi mereka dalam perilaku orang lain dan juga dalam perilaku kita sendiri. Jika kita telah mengidentifikasi metode-metode ini, kita dapat berusaha mengurangi mereka dalam komunikasi yang kita lakukan.

Penghindaran, Non-negosiasi, dan Redefenisi.

 Salah satu reaksi terhadap konflik yang paling sering dilakukan adalah penghindaran (avoidance). Sering ini dijumpai dalam bentuk pelarian fisik. Orang mungkin meninggalkan tempat konflik, tidur, atau menyetel radio keras-keras. Reaksi ini dapat pula berbentuk penghindaran emosional dan intelektual. Disini orang meninggalkan konflik secara psikologis dengan tidak menanggapi argumen atau masalah yang dikemukakan.

Dalam non-negosiasi – jenis ini khusus penghindaran, seseorang tidak mau mendiskusikan atau mendengarkan argumen pihak lain. Kadang-kadang non- negosiasi ini dilakukan dalam bentuk memaksakan pendapatnya sampai pihak lain menyerah. Ini adalah teknik yang dinamakan “Streamrolling”(bulldoser).

Adakalanya konflik atau sumber yang dituduh sebagai penyebab konflik diredefenisi sedemikian rupa sehingga seakan-akan sama sekali tidak ada konflik, seperti bila orang berkata, “Ini bukan kencan – hanya perjalanan bisnis yang kita lakukan bersama.” Kali lain, konflik mungkin diredefenisi sehingga menjadi masalah yang sama sekali berbeda, seperti bila seseorang berkata, “Kecemburuanmu berlebihan. Sebaiknya kamu berkonsultasi ke psikiater. Saya tidak sanggup menghadapi kecemburuanmu setiap hari.”

Pemaksaan

Barangkali metode paling tidak produktif untuk menangani konflik adalah pemaksaan fisik. Bila dihadapkan pada konflik, banyak orang berusaha memaksakan keputusan atau cara berpikir mereka dengan menggunakan pemaksaan atau kekuatan fisik. Ada pun, pemaksaan ini lebih bersifat emosional daripada fisik. Tetapi, apapun yang di lakukan, pokok masalahnya tetap tidak tersentuh. Pihak yang “menang” adalah pihak yang paling banyak menggunakan kekuatan.

Minimasi

Adakalanya kita mengatasi konflik dengan menganggapnya remeh. Kita mengatakan dan barangkali percaya, bahwa konflik, penyebabnya, dan akibatnya sama sekali tidak penting. Kita menggunakan minimasi bila kita menganggap enteng perasaan orang lain. Seperti halnya, “Mengapa kamu marah? Saya hanya terlambat dua jam. Dengan melakukan ini kita sama halnya mengatakan bahwa tindakan orang lain tersebut tidak pantas.

Menyalahkan

Paling sering konflik disebabkan oleh banyak macam faktor sehingga setiap upaya untuk hanya memecahkan satu atau dua di antaranya akan berakhir dengan kegagalan. Meskipun demikian, seringkali orang menerapkan strategi bertengkar yang di sebut menyalahkan orang lain. Dalam beberapa kasus kita menyalahkan diri kita sendiri. Namun, lebih sering kita menyalahkan orang lain. Ini merupakan hal tidak efektif dalam mengelola konflik.

Peredam

Peredam mencakup beragam teknik bertengkar yang secara harfiah membungkam pihak lain. Salah satunya adalah dengan menangis. Ini hal paling sering di alami oleh wanita, ketika menghadapi suatu konflik yang begitu complicated dan tidak tahu bagaimana lagi cara mengatasinya, mereka cenderung menangis. Hal lain yang terjadi dan mungkin juga dilakukan adalah dengan meluapkan emosi secara berlebihan: teriak-teriak, menjerit, yang sebenarnya sama sekali tidak membuat konflik menjadi selesai.

Karung goni

Hal ini merupakan hal yang sangat berbahaya. Mengapa? Karena ini mengacu pada tindakan menimbun kekecewaan dan kemudian menumpahkannya pada lawan bertengkar.

Manajemen Konflik yang Efektif

Menurut George Bach dan Peter Wyden dalam buku nya yang berjudul Intimate Enemy (1968), ada beberapa pedoman untuk mengelola konflik menjadi lebih produktif.

Berkelahi secara sportif

Kita perlu memahami orang lain. Seperti, dengan melakukan hal ini apakah si A akan baik-baik saja? Atau dengan berkata hal ini dia tidak akan tersinggung? Dengan demikian kita menjadi seorang yang lebih melihat reaksi orang lain ketika kita hendak mengeluarkan tindakan atau kata-kata. Jangan melewati batas-batas – seperti mencela orang tua, atau pekerjaan orang tua orang lain.

Bertengkar secara aktif

Maksudnya adalah saat kita menghadapi konflik, kita harus aktif – bukan dengan menutup telinga (atau ogah mendengar pertentangan yang sedang dihadapi). Atau dengan meninggalkan rumah. Masa pendinginan adakalanya baik dan bisa juga kurang efektif.

Bertanggung jawab atas pikiran dan perasaan Anda

Maksdunya adalah ketika kita tidak setuju dengan pendapat orang lain – kita ungkapkan perasaan kita. Bicarakanlah.

Langsung dan Spesifik

Ini sebenarnya sudah termasuk di dalam poin yang kedua, yaitu dimana kita harus fokus pada permasalahan yang terjadi – tidak melantur ke masalah-masalah yang lain. Seperti halnya, mengatakan ibunya, atau kejadian lain yang tidak ada hubungannya dengan masalah pada saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun