Dirogohnya sesuatu dari saku celana jeansnya. Sesuatu yang sudah berada disana, sejak Adam dan Romeo masih berada di Jakarta, kemarin. Adam menyadari, semua mata sedang menanti, semua telinga sedang ingin mendengar. Adam berhasil meraih barang itu. Digenggamnya. Tangannya diletakkannya ditas meja.
"sebenarnya..." kata Adam mengumpulkan keberanian. Tapi Romeo sendiri sudah menantangnya tadi saat percakapan di ruang keluarga. Adam tidak akan mundur kali ini.
"Would you accept me as your partner, to going through happiness and sadness, health and sick, for the rest of our life" kata Adam akhirnya menatap Romeo penuh harap, membuka genggaman tangannya dengan sebuah cincin perak disana. "With your family permission of course" katanya lagi menatap pada seluruh anggota keluarga yang ada disana.
Laura dan Kimmy mengangguk gemas. Sedangkan Diana menyandarkan kepalanya pada Hendra tak kuasa menatap kemanisan suasana itu. Amira, tangannya bersedekap, berharap jawaban yang akan diperdengarkan anaknya. Tombak, tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. Sedangkan Doni, mengetuk -- ketukkan sendoknya pada gelas, tidak sabar menanti.
"ayah ini apa sih?" bisik Amira yang menganggap tingkah suaminya menganggu suasana tersebut.
"Romeo jawabnya lama banget..." Doni membela diri "ayah udah laper"
"Would you?" tatapan Adam kembali pada mata Romeo, yang kini basah menatap keberaniannya berbicara seperi itu dihadapan seluruh keluarga.
"iya..." jawab Romeo terbata, menyerahkan jari manis kanannya untuk diisi cincin perak yang ditawarkan Adam kepadanya.
"Akhirnya..." kata Doni tidak menutupi kebahagiannya "kita bisa makan sekarang?" lanjutnya, mengundak tawa seluruh keluarga.