"TPD ikut mengajak perempuan-perempuan di sini untuk mempunyai pekerjaan. Saat suami melaut, kami dimotivasi untuk juga ikut menambah pendapatan keluarga," katanya.
"Bantuan untuk kelompok perempuan di sini banyak tetapi yang bisa kami cerita yang di tahun 2016, ketika CCDP masuk ke sini," ujar ketua kelompok perempuan di Batu Layar.
"Kami ambil ikan dari nelayan, kami bersihkan, buang insang dan kukus. Setelah itu membuang kulitnya lalu dipisah daging dan tulangnya. Dibumbui dan di-spinner," katanya. CCDP mebantu mereka untuk pengadaan spinner, pemilet, wajan, kompor gas, panci, hingga pisau dan Sendok.
Beberapa meter dari tempat tadi, belasan pria duduk melingkar. Mereka duduk takzim sembari berbagi cerita dengan perwakilan kantor pengelola proyek CCDP-Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Dr. Sapta Putra Ginting dan tim CCDP-IFAD, salah satunya Graeme McFadyen.
Salah seorang anggota kelompok penerima bantuan bernama Mahlil (36 tahun) bercerita.
"Kalau saya, terakhir kali melaut pada hari Sabtu, pada 3 Oktober, dapat nilai jugal 900ribu," tambah Mahlil.
 "Tapi tangkapan ikan tidak menentu. Minggu lalu hanya dapat dua ekor, nilainya paling 16 ribu sementara biaya ke laut 50 ribu. Meski begitu kita senang saja," katanya.
"Sebelumnya, tiga hari lalu lalu, kami dapat banyak sekali, harga jualnya hingga 4 juta lebih," kata Joko (40 tahun) nelayan lainnya.
Menurut cerita Muslih (33 tahun), usaha perikanan di Batu Layar menganut sistem bagi hasil.
"Ada bagian untuk perahu, ada untuk nelayan. Jadi kalau dapat 200ribu, 150 dibagi dua, sedang 50ribunya untuk BBM," katanya.