Aku melihat ke arah Reza yang juga menatapku dengan tatapan penuh amarah. Aku mengalihkan pandanganku dengan cepat dan menghampiri Nadya segera setelah Reza masuk ke kamar rumah kami di lantai atas.
“Oh…jadi sekarang dia bahkan sudah punya kamar di rumah ini?”
“Hentikan, Dipta! Aku lelah dengan omong kosongmu itu!”
“Aku juga lelah Nadya. Kamu telah berjanji padaku untuk tidak membiarkan siapapun masuk rumah kita. Tapi apa yang kau lakukan?”
“Dia adikku! Bagaimana mungkin aku menolaknya?”
“Kamu bisa saja membiarkan dia tinggal di hotel.”
“Ayah tidak akan membiarkannya.”
“Kalau begitu carikan dia tempat tinggal dulu sebelum masuk kuliah.”
“Ayah menghendaki tempat paling dekat dengan kampusnya. Dan di sana semuanya sudah penuh. Apa salahnya jika dia tinggal disini?”
“Jadi kau memang menginginkan itu?” Aku melangkah lebih dekat ke arah Nadya dan dia memalingkan tatapannya dariku. “Kamu sudah merencanakan ini sejak awal kan? Agar dia tinggal dengan kita seperti ini?”
Nadya tidak menjawabku dan hanya menggelengkan kepalanya. Aku menekannya kembali seakan amarahku tak dapat aku kendalikan sepenuhnya. “Jawab aku Nadya! Aku semakin membuatnya terpojok ke dinding dekat kamar kami dan Nadya mulai meronta saat tanganku dengan kasar memegang kedua pipinya dan seketika itu juga turun mengarah ke lehernya.