Aku pulang ke Indonesia setelah menetap di Kanada lebih dari 20 tahun akibat perceraianku. Hari ini, dua puluh tahun yang lalu, pengadilan menyetujui gugatan perceraianku dengan istriku atas dugaan perselingkuhan yang dilakukan istriku, Nadya. Kala itu aku tak kuasa memendam kekecewaan atas kenyataan pahit yang harus aku hadapi. Apakah ini karma untukku?
Aku tidak menyangka hari itu akan benar-benar terjadi. Tak pernah sekalipun dalam hidupku terpikirkan untuk menceraikannya seperti itu. Tapi apalah dayaku karena semua perselingkuhan itu dia lakukan akibat kesalahanku sendiri. Kesalahan paling bodoh yang seharusnya tidak pernah kulakukan. Terlebih kepada Nadya, wanita yang paling aku cintai saat itu dan mungkin masih sampai saat ini.
Masih teringat dengan sangat jelas dalam ingatanku kala itu, selama lima tahun terakhir sebelum perceraianku dengan Nadya, rumah tangga kami dipenuhi dengan emosi negatif yang meluap antara aku dan Nadya. Jika perbedaan pendapat tak dapat lagi kami hindari, kami akan bertengkar hebat kala itu.
Adu mulut menjadi suatu hal yang biasa dalam rumah tangga yang awalnya kami bangun dengan kasih sayang dan cinta. Seperti yang terjadi saat itu ketika aku baru pulang dari perjalanan bisnisku di Singapura. Aku pulang sudah cukup larut kala itu, hampir jam 11 malam.
Nadya telah terlelap dengan tidurnya dan aku membuka pintu rumah dengan sangat hati-hati. Aku takut akan membangunkan Nadya dari tidurnya. Aku terkejut ketika aku berjalan ke ruang makan untuk mengambil air di kulkas. Reza, adik Nadya ada di sana sedang makan malam sendirian.
“Hey, kak…kau baru pulang?” Dia menyapaku dengan ramah. Reza merupakan mahasiswa jurusan arsitek yang baru saja diterima di Universitas Indonesia yang berada tidak jauh dari rumah kami.
“Iya…aku tidak tahu kamu ada di sini?” Aku berusaha menyimpan kekecewaanku atas kehadirannya di rumah ini.
“Ah… sudah hampir seminggu. Kak Nadya tidak mengatakannya padamu?”
Aku menggelengkan kepalaku dan segera menenggak air putih yang baru saja kuambil dari kulkas. Aku segera meninggalkannya dan bergegas ke kamarku untuk membangunkan Nadya.
“Nad…bisakah kamu bangun sebentar?” Aku meraih bahunya dan menggoncangkannya cukup keras untuk membuatnya terbangun. Dia terlihat sangat terkejut dengan kehadiranku dan cukup kesal karena membangunkannya.
“Tidak bisakah kau bangunkan aku lebih lembut lagi?”