Suatu hari, Sukarno kecil tanpa sengaja menjatuhkan sarang burung saat memanjat pohon jambu di pekarangan rumahnya. Sukemi memukul pantatnya dengan rotan. Ayahnya mempertanyakannya mengapa ia tidak melindungi makhluk Tuhan, "masih ingatkah kau arti dari kata-kata: tan twan asi, tat twan asi? Yang artinya dia adalah aku dan aku adalah dia, engkau adalah aku dan aku adalah engkau.Â
Tuhan berada pada diri kita semua." Begitulah, sejak kecil ayahnya sudah mengajarkannya untuk tidak sembarangan memperlakukan makhluk hidup, tak terkecuali binatang.
Sarinah
Adalah juga Sarinah, seorang perempuan dari rakyat jelata yang bekerja pada keluarga Sukarno, yang juga berandil besar mengajarkan Sukarno kecil untuk memikirkan rakyat.
Sarinah tinggal bersama keluarga Sukarno. Ia bekerja membantu pekerjaan rumah tangga Sukemi dan Idayu, "Sarinah tidak menikah, dia kami anggap sebagai anggota keluarga.Â
Dia tidur dengan kami, tinggal bersama kami, memakan apa yang kami makan, tetapi ia tidak mendapat gaji sepeserpun. Dialah yang mengajariku mengenal kasih sayang dan mengajariku untuk mencintai rakyat kecil."Begitu manisnya Sukarno bercerita soal Sarinah.
Selagi Sarinah memasak di gubuk kecil dekat rumah, Sukarno kecil kerap duduk di sampingnya. Pada momen-momen inilah nasehatnya meluncur untuk anak tuannya, "Karno, di atas segalanya engkau harus mencintai ibumu. Tapi berikutnya engkau harus mencintai rakyat kecil. Engkau harus mencintai umat manusia."Â
Pendidikan
Soal pendidikan formal, Sukemi merencanakan betul-betul pijakan-pijakan yang untuk dilalui putranya. Mengapa? Ya itu, kembali kepada harapan dan cita-citanya agar kelak Sukarno dapat berdiri berhadap-hadapan dengan pemerintah kolonial dan berjuang meraih kemerdekaan.
Sekelarnya Sukarno dari kelas 5, Sukemi berkeras untuk Sukarno melanjutkan pendidikan di sekolah rendah Belanda. Ketika itu Sukarno bertanya, mengapa ia tidak melanjutkan saja ke sekolah pribumi lagi. Saat itu sekolah untuk pribumi mentok sampai kelas 5. Tetapi rencana Sukemi tidak mentok.
Karena Sukarno tidak fasih berbahasa Belanda, Sukemi mencarikan guru bahasa Belanda agar putranya mampu menjalani sekolah dengan baik. Sukemi bahkan rela anaknya berpacaran dengan pelajar Belanda, semata agar bahasa Belanda Sukarno semakin lancar.