Keturunan Bangsawan di Era Penjajahan
Sukarno lahir dari orangtua berdarah bangsawan. Ayahnya, Sukemi Sosrodiharjo, adalah seorang Raden dari Kesultanan Kediri di Jawa Timur. Ibunya, Idayu, kelahiran Bali dari kasta Brahmana. Raja Singaraja yang terakhir adalah paman Idayu.
Meski turunan bangsawan, kelahiran Sukarno dan masa pertumbuhannya lekat dengan keterbatasan. Mengapa? Karena saat itu Nusantara dalam jajahan Belanda. Takhta Kediri dan Singasari sudah lama runtuh. Seperti halnya penjajahan di belahan bumi manapun, tidak ada persamaan hak antara penjajah dan yang terjajah.Â
Rakyat dipaksa bekerja keras sekaligus melarat untuk kepentingan penjajahnya. Di pelbagai lini kehidupan, ekonomi, pendidikan, sosial -- terjadi diskriminasi, pembedaan fasilitas dan kesempatan antara penjajah dan orang-orang yang dijajah.
Ditambah lagi, orangtua Sukarno menikah tanpa persetujuan keluarga Idayu. Kala itu tidak ada orang Bali yang menikah dengan orang dari luar pulau Bali. Belum lagi perbedaan agama di antara keduanya. Sukemi dan Idayu berkeras menikah dengan cara kawin lari. Tak lama setelahnya mereka berpindah dari Bali ke Jawa.
Jadi, sejak awal pernikahan, keluarga ini sudah tersudutkan dari sisi keluarga besar maupun di hadapan penjajah.
Sukarno Lahir
Tahun 1901. Sukarno lahir. Keluarganya begitu melarat hingga hanya mampu membeli padi, bukan beras. Padi itu kemudian ditumbuk sendiri di dalam lesung. Dengan cara itu, mereka bisa menghemat satu sen untuk dibelikan sayur.Â
Sukarno juga berkisah jika pohon dan sungai adalah sarananya bermain, karena tak ada uang untuk membeli mainan.Â
Satu peristiwa yang cukup membekas padanya adalah ketika saat Lebaran, ia tidak bisa membeli petasan. Bagi jiwa kanak-kanaknya saat itu, ketidakmampuan untuk membeli petasan itu cukup membuatnya sedih.
Kaya dalam Harapan dan Cita-cita