Sekelebatan bayangan Poppi menyelip dibenak Rajafi. Poppi adalah bunga yang dipuja oleh siapa saja. Bukan hanya oleh satu ruangan, tapi juga satu perusahaan. Akun twitternya telah menyentuh angka 1.500 follower. Sembilan puluh persennya adalah lelaki. Tetapi, dia tak pernah peduli. Dia berjalan begaikan merak dalam pakaian indahnya. Kala itu susah payah Rajafi menaklukan hatinya. Walau tak pernah benar-benar resmi pacaran, mereka sangat mesra. Setidaknya di linimasa.
***
D
i sudut ruangan, Normi yang saat itu berbaju merah telah memandang berkali-kali ke arah Rajafi. Rajafi pun sama. Sesekali dia mencoba melihat kearah Normi. Satu dua kali dia beradu tatap. Sepertinya dia gelisah. Menunggu jam lima. Maklumlah, matahari telah tergelincir ke barat. Di luar mulai kelam. Lampu-lampu di ruangan kantor telah menyala sedari tadi.
Jam lima kurang seperempat. Nggak seperti biasanya, hari itu Rajafi sudah mulai berkemas. Normi yang sedari tadi gelisah juga nampak berkemas.
Brrt..brrrtttbrrt...... ! Getar suara BB Rajafi. Rajafi melirik. Kemudian dia meraih BB tersebut.
“Sekarang kah..?” BBM dari Normi.
“Sepuluh menit lagi, ga enak kalo keluar sekarang..” balas Rajafi.
Setelah beberapa saat meja kerja Rajafi sangat bersih. Semua yang lalu lalang saat itu tertegun heran. Diseberang, sebuah meja kerja juga sudah bersih. Meja kerja Normi, Si Nona muka baru. Nada-nadanya sudah terjalin sebuah kesepakatan sebelumnya. Sebuah janji telah di ikrar hari itu.
Jam lima pas. Mengenakan jaket kulit hitam dan menenteng tas punggung hitam. Menjinjing Ipad dan tak lupa menggenggam blackberry. Dia langsung nyelonong. Menekuri jalan keluar ruangan. Kala itu dia menengok kekiri kearah Normi. Sesaat kemudian dia mengedipkan mata ke arah Normi yang sepertinya sudah menantikan kerdipan itu.
Normi beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu nampak langsing dengan slack-nya. Wajahnya yang pucat-lesi serta bibirnya yang menggurat dalam garis tipis itu cuma menggambarkan keseksian. Manusia semacam dia ini, bisalah dikategorikan mungil. Wajahnya kecil. Mungkin lantaran rambut panjang yang disisir terbelah di kepalanya, juga pita-pita kecil itu. Senja kian temaram. Normi mengeluh halus. Manakala kelopak matanya terangkat, wajah Rajafilah yang terpandang olehnya. Dan, senyum lunak gadis yang berkulit sawo matang itu menyejukkan.