Dia sungguh kaget. Dia benar-benar telah amnesia hingga melupakan hari ulang tahunnya. Puncaknya adalah ketika Rajafi datang menghampirinya. Tanpa sungkan Rajafi berusaha menarik tangan Poppi. Poppi ogah–ogahan, tetapi Rajafi menarik tangannya dan menggenggam tangan perempuan itu. Pelan–pelan Rajafi membelai lembut tangan Poppi. Keningnya berkerut, dan kening Poppi pun ikut berkerut. Sebentar mata Poppi hinggap di punggung tangannya, sebentar beralih ke wajah Rajafi.
“Cinta itu aneh yaa...” Ujar Rajafi kemudian.
"Bagaimana?" tanya Poppi agak heran.
“Ah, ya! Begini. Aku cinta kamu Pop..., cintaaa...banget." Lharr. Suasana mendadak hening. Hening sehening-heningnya.
"Ah, kamu mengada-ada. Gilaa..!" Poppi menarik tangannya, tetapi Rajafi menahan. Poppi menggeliat untuk melepaskan tangannya, tetapi cekalan Rajafi terlalu kuat. Dan, memang rontaan itu tidak terlalu kuat.
"Tanganmu dingin ya…?" kata Rajafi tersenyum menyindir. Poppi yang saat itu dag-dig-dug terbang keawang-awang diam membisu.
"Atau jangan-jangan cintamu memang dingin…?" kata Rajafi kembali tersenyum dan menggoda.
"Apaan sich …" jawab Poppi sambil menyembunyikan wajahnya yang tersipu malu.
"Kamu nyadar gak…, saat ini aku sedang terbakar dingin, dinginnya cinta kamu …" kata Rajafi yang kali ini melempar rayuan gombal. Mendengar itu, Poppi tidak menjawab. Pipinya merona merah. Dia tersipu.
Akhirnya Poppi benar–benar tidak menarik tangannya, dan Rajafi tak melepaskannya. Mereka berdiri berhadapan. Rajafi merapikan rambut yang menutup kening Poppi. Poppi terpana sesaat. Kemudian tangannya terulur untuk merapikan rambut Rajafi yang terberai ke muka. Pemandangan itu semakin menambah senyap ruangan. Romantisme dua insan.
“Oh, ya! Aku memilih menjawabnya sekarang, disini. Di Dunia Nyata. Dalam realita" Kata Rajafi.