Diriku, yang kini sedang duduk di kursi roda hanya terus tersenyum. Merasa sangat senang atas pujian itu. Namun, tidak dipungkiri pula, jika aku masih sedikit kecewa dengan kondisiku yang tidak bisa berjalan dengan normal. Setidaknya, tuhan masih berbaik hati dengan memberikan pendidikan yang terjamin dan keluarga yang mendukung penuh diriku. Itu, sudah sangat cukup dan adil.
***
"Aniya."
Aktivitasku terhenti usai mendengar suara dari seseorang yang memanggilku.
"Ada apa?"
Dia tersenyum, lalu duduk di sisiku sembari menaruh tumpukan kertas di atas meja.
"Ini," ucapnya sembari menunjuk tumpukan kertas itu. "Tolong, bantu aku merevisi, ya?" sambungnya.
Sikap aneh apa yang dia tunjukkan? Mahasiswi di hadapanku ini, adalah teman satu fakultasku. Tapi, kami tidak akrab bahkan terbilang cukup asing. Selain itu, dirinya diberi gelar sebagai mahasiswi yang kurang baik, oleh beberapa orang.
"Maaf, Bella. Aku tidak bisa, karena ini bukan tugasku." ucapku sembari sedikit tersenyum. "Selain itu, Pak Tito tidak mengizinkan untuk saling membantu, dalam menuntaskan skripsi ini." sambungku.
Mimik wajah dirinya, seketika berubah menjadi sedikit marah usai mendengar jawabanku. Itu memang benar, aku tidak salah dan aku hanya mengikuti aturan yang berlaku. Jika dia marah, itu adalah urusannya.
"Jangan sombong! Aku tau, kalau kamu dengan mudahnya mendapat konfirmasi, dari Pak Tito." Dia berdiri dari duduknya, dan mengambil tumpukan skripsi itu dengan kasar. "Tapi, lihat rupamu! Terbilang, kurang layak untuk lulus sesuai gelar yang disandang, nantinya!" sambungnya.