Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

KKN Pilihan

Pok pok Juga Bisa Salah Target

28 Juni 2024   05:00 Diperbarui: 28 Juni 2024   05:25 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami bertiga menajamkan mata ke arah yang ditunjuk Iwan. Tapi kami tidak melihat apa-apa. Hanya bongkahan batu yang tertutup semak-semak. Memang sih bulu kuduk berdiri dan suasananya terasa sangat mencekam.

"Duh, siapa juga nih yang timpuk saya?" tanya Aziz. Kami saling berpandangan karena tidak  merasa melempar batu ke Aziz. Langkah kami semakin cepat, nyaris berlari. Dan akhirnya memang berlari sekencang-kencangnya.

Tiba di rumah, sambil terengah-engah kami cerita pengalaman barusan. Pak Haji yang sejak sore sudah bertandang dan ngobrol dengan teman-teman putri, langsung menyuruh kami duduk dan mendengar cerita beliau:

"Antara Tinambung dan desa Tangnga-tangnga, ada batu yang sangat besar. Tua-tua bilang, batu ini tiba pada saat linor (gempa bumi) dan lembong tallu (tsunami) yang terjadi tahun 1969.

Ukuran batu semakin hari semakin membesar. Jadi dinamakan batu miana yang artinya melahirkan. Sebab di sekitar batu ini memang banyak sekali batu-batu kecil. Sepertinya lahir dari batu yang besar itu.

Konon katanya, batu miana dijaga oleh ular raksasa yang sangat panjang. Mungkin sekitar 50 meter, sebab kepalanya sampai ke sungai, tapi badan dan ekornya masih di jalanan.

Banyak yang pernah melihat ular ini. Katanya kalau sudah tiba di laut, ularnya menjelma menjadi perahu kosong, tidak berpenumpang. Seringkali orang yang sedang mandi atau main di sungai suka ditimpuk pakai batu-batu kecil, padahal tidak ada orang lain pada saat itu. Dan ular penjaga ini katanya paling tidak suka melihat orang memakai baju warna merah."

Serta merta kami mengamati jaket KKN yang masih membungkus tubuh kami. Baik jaket maupun topi, warnanya merah darah, warna kebanggaan dan simbol almamater kami.

Pak Haji menambahkan,"Kami di sini tidak berani pakai baju merah kalau lewat di persimpangan jalan yang kalian lalui. Mungkin Iwan diperlihatkan oleh si ular, tapi kalian bertiga tidak melihat."

Iwan sedari tadi hanya diam seribu bahasa. Mukanya pucat pasi. Matanya menatap kosong. Mungkin dia bingung sebab besok lusa harus kembali ke tempat yang ternyata cukup angker. Masalahnya, dia juga diangkat sebagai pimpinan projek untuk pembangunan tugu batas wilayah.

"Besok kalau kalian lewat di sana, tanggalkan saja jaket kalian. Dan jangan pulang sampai menunggu matahari tenggelam. Jadi berangkat pagi-pagi dan sebelum sore usahakan sudah bubar," nasihat Pak Haji sebagai solusi yang paling aman buat semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten KKN Selengkapnya
Lihat KKN Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun