2. Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif mendorong anak-anak untuk bekerja sama dalam kelompok kecil atau tim dalam menyelesaikan tugas atau proyek. Anak-anak belajar saling berbagi, berkomunikasi, dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Implikasinya adalah bahwa anak-anak belajar tentang kerjasama, mendengarkan ide orang lain, dan menghargai perbedaan. Pendekatan ini juga memperkuat keterampilan sosial dan keterampilan pemecahan masalah.
3. Pembelajaran Berbasis Proyek:
Pembelajaran berbasis proyek melibatkan pemberian tugas atau proyek yang mencerminkan dunia nyata kepada anak-anak. Mereka terlibat dalam proses penelitian, eksplorasi, dan presentasi hasil pekerjaan mereka. Implikasinya adalah bahwa anak-anak dapat mengembangkan kemampuan penelitian, kreativitas, dan pemecahan masalah. Mereka juga belajar mengatur waktu, mengorganisir ide, dan mengkomunikasikan gagasan mereka.
4. pembelajaran Berbasis Pengalaman
Pembelajaran berbasis pengalaman mengandalkan pengalaman langsung sebagai fondasi pembelajaran. Anak-anak diberikan kesempatan untuk menjalani pengalaman nyata melalui kunjungan lapangan, eksperimen, atau kegiatan di luar kelas. Implikasinya adalah bahwa anak-anak dapat memperoleh pemahaman mendalam tentang konsep dan fenomena melalui pengalaman langsung. Pendekatan ini mendorong rasa ingin tahu, observasi, dan refleksi anak-anak.
5. Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dalam kegiatan pembelajaran. Anak-anak melihat keterkaitan antara mata pelajaran dan belajar melalui konteks yang lebih luas. Implikasinya adalah bahwa anak-anak dapat melihat hubungan antara berbagai topik, mengembangkan pola pikir sistemik, dan melihat relevansi pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
    Penerapan model ini pada AUD membantu mengoptimalkan potensi belajar mereka. Anak-anak dapat dikembangkan dalam keterampilan kognitif, sikap sosial, sikap kepribadian, dan motorik mereka secara holistik, sambil meningkatkan minat dan motivasi dalam proses pembelajaran.
     Dalam menerapkan seni pada anak usia dini, tentunya memiliki hambatan tersendiri, karena memang pada dasarnya anak usia dini masih harus dibimbing secara telaten ekstra. Berikut adalah hambatan-hambatan yang mungkin didapatkan pada saat menerapkan seni pada anak usia dini, yaitu:
1. Keterbatasan Persepsi Orang Tua dan Pendidik
Salah satu hambatan dalam penerapan seni pada anak usia dini adalah persepsi yang terbatas dari orang tua dan pendidik. Beberapa orang tua dan pendidik mungkin tidak sepenuhnya memahami nilai dan manfaat seni dalam perkembangan anak. Mereka mungkin lebih fokus pada aspek akademik dan menganggap seni sebagai kegiatan yang kurang penting. Pendidik dan orang tua perlu disadarkan tentang pentingnya seni dalam mengembangkan kreativitas, ekspresi diri, dan keterampilan sosial anak.
2. Kurangnya Sumber Daya dan Peralatan
Kurangnya sumber daya dan peralatan yang memadai juga menjadi hambatan dalam penerapan seni pada anak usia dini. Beberapa sekolah atau lembaga pendidikan mungkin tidak memiliki anggaran yang cukup untuk menyediakan bahan seni yang memadai atau fasilitas yang memadai. Kurangnya sumber daya ini dapat membatasi kesempatan anak-anak untuk bereksperimen dan mengembangkan kreativitas mereka melalui seni. Dalam hal ini, upaya dapat dilakukan untuk mencari solusi kreatif, seperti memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapat atau bekerja sama dengan komunitas lokal.
3. Kurikulum yang Terfokus pada Aspek Akademik
Beberapa sistem pendidikan menempatkan tekanan yang lebih besar pada aspek akademik, seperti matematika dan bahasa, sementara seni sering kali diabaikan. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan waktu dan perhatian yang diberikan pada seni dalam kurikulum sekolah. Padahal, seni penting untuk perkembangan kreativitas, pemecahan masalah, dan ekspresi diri anak-anak. Penting untuk memperjuangkan penyertaan yang lebih besar dari seni dalam kurikulum pendidikan anak usia dini.
4. Ketakutan terhadap Kesalahan dan Penilaian Negatif
Anak-anak usia dini sering kali sangat peka terhadap penilaian dan kekhawatiran tentang membuat kesalahan. Ketakutan akan penilaian negatif atau kegagalan dapat menghambat kepercayaan diri dan eksplorasi kreatif dalam seni. Penting bagi pendidik dan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana anak-anak merasa aman untuk bereksperimen, membuat kesalahan, dan belajar dari pengalaman mereka dalam seni.
5. Keterbatasan Waktu dan Prioritas
Keterbatasan waktu dalam kurikulum dan prioritas pendidikan dapat menjadi hambatan dalam penerapan seni pada anak usia dini. Dalam usaha untuk mencakup semua mata pelajaran yang dianggap penting, seni mungkin diabaikan atau dianggap sebagai kegiatan sambilan. Penting untuk mengakui bahwa seni memiliki nilai intrinsik yang penting dan harus dianggap sebagai bagian integral dari pembelajaran anak usia dini.
Dalam mengatasi hambatan-hambatan ini, kolaborasi antara orang tua, pendidik, dan lembaga pendidikan sangat penting. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya seni dalam perkembangan anak dan mengadvokasi inklusi seni dalam kurikulum dan pengalaman belajar anak usia dini.
Â
    Dalam artikel ini, telah dibahas tentang pentingnya penerapan seni pada anak usia dini dalam pendidikan. Seni memberikan manfaat yang luas bagi perkembangan anak, termasuk dalam menyalurkan ekstra energi, mengungkapkan diri secara bebas, menghubungkan ide dan gagasan, serta sebagai sarana komunikasi dan interaksi sosial. Kegiatan seni seperti seni rupa, musik dan gerak, serta bermain peran merupakan bentuk-bentuk seni yang dapat dikembangkan pada anak usia dini.
    Dalam konteks pendidikan, pengajaran seni pada anak usia dini memiliki peran penting dalam memperluas pemahaman mereka tentang dunia sekitarnya dan membangun kreativitas serta ekspresi diri. Selain itu, seni juga merupakan bagian integral dari warisan budaya masyarakat, yang berkontribusi pada pengembangan manusia secara keseluruhan.