Dru rapikan rambutnya, dia beri ikatan rambut lalu dia simpan handuk kecil biru tua bertuliskan inisial B di lehernya. Dengan senyum sumringah, Dru gandeng tanganku.
"Yuk Laela, kita jalan sebentar nanti di ujung jalan kita mulai berlari ya!"
Belum sampai di ujung jalan, aku kehilangan Dru. Aku yang sedang bersemangat tertiup sisa angin malam harus hentikan sejenak kekagumanku pada alam pagi ini.
Tertunduk tanpa alasan, mata tajam Dru seolah terjemahkan sesuatu yang begitu menjengkelkan. Dengan sedikit menyipit dan menekuk dalam bibir mungilnya, aku tak paham dengan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kupeluk erat Dru, kuusap-usap rambut coklatnya.
"Diam kau Laela!"
Ya Tuhan, ini bukan Dru. Ada apa ini?. Apa salahku hingga Dru tiba-tiba lepaskan pelukanku.
"Kenapa kau tinggalkan aku?"
"Aku tidak tinggalkan kamu Dru. Aku kira kamu sedang menikmati pemandangan makanya kau lambatkan kakimu."
"Sok tahu kamu. Tanya saja tidak, berani sekali kau ambil kesimpulan."
"Ya, hmmm maaf Dru, aku sungguh tidak tahu, jika langkahku yang sedikit cepat membuatmu marah. Bukannya biasanya kau kejar aku lalu kita berlomba sampai lelah?"
"Kan aku bilang kita berlari di ujung jalan, kenapa kau sudah mulai berlari?"
"Tidak Dru, aku tak lari, aku hanya ikuti embun yang bergerak dari satu daun ke daun lainnya. Itu saja. Aku kira..."
"Kau kira apa?. Jadi kau lebih perhatikan embun daripada aku?. Kau sama saja Laela."
Ah, kalau sudah begini aku hanya bisa diamkan Dru. Bicara salah, diam juga akan tambah salah. Sementara aku tak paham dengan salahku sesungguhnya.
Duduh di atas rumput yang sedikit basah, kutemani Dru dengan jarak yang tidak terlalu dekat.
Matahari sudah minta izin untuk tampakkan warna jingganya perlahan.