"Kamu tahu? Aku setuju dengan Mama. Tidak bijak menghambur-hamburkan uang untuk gonta-ganti ponsel, apalagi sebenarnya kamu tidak memerlukan ponsel secanggih dan semahal itu. Kamu tidak perlu ponsel pintar untuk jadi orang pintar.
Hanya orang-orang bodoh yang mengira dengan membeli ponsel pintar diri mereka akan tampak pintar. Kamu tidak bodoh, kan, May? Aku yakin dan tahu kamu cerdas, dan orang cerdas sejati tak mudah ikut-ikutan tren kecuali mereka sungguh sadar apa tujuan dan manfaat dari tren itu."
"Jadi kamu tidak mau pinjamkan duit?" nadanya terdengar nelangsa.
"Tidak! Ponselmu sendiri masih baru, kan? Masih berfungsi dengan baik pula. Sungguh boros selalu ingin beli ponsel baru. Juga merusak lingkungan, tidak bersyukur pada Ibu Bumi."
"Apa hubungannya ponsel dengan cinta lingkungan?" May-may terheran-heran.
"Karena, adikku yang cantik, untuk membuat 1 buah ponsel berapa banyak sumber daya alam yang diperlukan? Berapa banyak polusi yang ditimbulkan dalam prosesnya meski kini memang ada ponsel yang berkonsep green atau ramah lingkungan?Â
Lagipula, saat ini ponsel-ponsel yang dibuang telah menjadi salah satu sampah terbesar di dunia, dan sampah-sampah berupa ponsel itu memerlukan penangangan khusus supaya tidak berbahaya bagi lingkungan. Jika kamu terus mempertahankan kesenanganmu berganti-ganti ponsel, itu berarti kamu ikut menyumbang pada pemborosan sumber daya alam dan menambah tinggi tumpukan sampah ponsel."
"Oooh..."
"Nah, sudah sadar, kan? Tidak perlu ngambek lagi, oke? Ngomong-ngomong tentang ngambek, ada satu rahasia nih. Waktu kecil aku juga pernah ngambek berat kepada Mama, malah ingin minggat dari rumah."
"Waaah...sungguh? Kakakku pernah ngambek dan mau minggat? Keren!" May-may tercengang nyaris tak percaya membayangkan Jomblo pernah ngambek berat.
"Iyalah...sebegitunya heran? Kan aku juga pernah jadi anak kecil. Mau dengar ceritanya?"