Mohon tunggu...
Chuang Bali
Chuang Bali Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa

Anggota klub JoJoBa (Jomblo-Jomblo Bahagia :D ) Pemilik toko daring serba ada Toko Ugahari di Tokopedia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jomblo: Bukan (Kisah) Cinta Biasa #4

26 Juli 2022   18:00 Diperbarui: 26 Juli 2022   18:07 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

#4 May-may

Aneh betul. Perasaan sudah dari tadi kirim SMS kok belum juga dibalas, ya? Jomblo bertanya-tanya dalam hati. Apa sih yang dilakukan gadis itu? Apa sudah tidak ingat lagi dengan kakaknya semata wayang ini? Ah, baiknya coba kutelepon langsung saja.

Jomblo pun memencet tombol angka 3 di ponselnya, angka yang mewakili sambungan cepat menuju ponsel May-may adik perempuan 16 tahunnya. Tapi suara operator menyatakan bahwa nomor yang ditujunya sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Busyet! Ada apa dengan anak itu, ya? Karena tak tahu lagi mesti bagaimana, Jomblo keluar dari kamarnya, turun ke lantai bawah untuk mencari Mama.

"Ma, kok saya tidak bisa menelepon May-may, ya?" tanya Jomblo ke Mama yang sedang asyik membuat Tiramizu di dapur. "Operator bilang nomor May-may sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Memangnya anak itu sedang di mana?"

"May-may? Oh, dia ganti nomor lagi," jawab Mama tanpa menghentikan kesibukannya.

"Ganti nomor lagi? Aduh biyung!" Jomblo menghempaskan tubuhnya ke kursi.

Auuu! Sialan!

Pantatnya dengan mulus menghantam kayu keras kursi di meja makan yang tidak berbantalan spon.  "Kenapa ya anak itu, hobi benar ganti-ganti nomor. Apa dia tidak bisa merasakan penderitaan orang-orang akibat ulah dia? Bagaimana jika ada sesuatu yang penting dan darurat, misalnya,  tapi saya atau Papa atau Mama tidak bisa mengontak dia karena nomornya telah digantinya dan dia lupa memberitahukan kita?"

"Setuju, Blo! Sudah berkali-kali Papa dan Mama menasihatinya. Juga soal mengirim SMS agar jangan memakai bahasa alay yang bikin migrain Mama kambuh lagi," tukas Mama. "Tapi katanya dia terpaksa ganti nomor gara-gara ada cowok sinting yang terus menganggunya dengan mengirimkan SMS rayuan gombal."

"Segitunya? Ya sudah. Mama tahu nomor barunya?"

"Tuh, kamu lihat sendiri di ponsel Mama. Coba cari di meja ruang tengah."

Dengan hati agak dongkol Jomblo pergi ke ruang tengah. Di sana dia disambut oleh Gemboel yang dengan bersemangat mengibas-ngibaskan ekornya. Jomblo menepuk-nepuk kepala anjing itu dan menggelitiki moncong bawahnya. Gemboel senang. Dia meloncat, berusaha menjilati wajah Jomblo.

"Stop! Stop!" Jomblo geli. "Aku sedang tidak mau main-main, Boel. Kamu tenang dulu, ya. Aku perlu mencatat nomor ponsel adikku yang hobi gonta-ganti nomor. Bikin pusing saja!"

"Guk!" Gemboel menyalak sekali, seakan-akan dia mengerti.

Setelah menyalin nomor ponsel May-may yang baru dari ponsel Mama ke dalam ponselnya sendiri, Jomblo mengulangi lagi mengirim SMS yang sebelumnya tak sampai. Dia menambahkan kata-kata berisi omelan yang intinya berupa ancaman ke May-may bahwa awas jika setelah ini berani-berani lagi ganti nomor sembarang.

Dasar ABG! Makhluk-makhluk labil yang kadang bisa amat mengesalkan. Mereka bisa bertindak semaunya tanpa sebab yang jelas, mencari-cari masalah hanya untuk bersenang-senang dan dalam kasus-kasus tertentu bersedia menempuh resiko apa pun hanya untuk mendapatkan pengakuan dari kelompoknya bahwa dia keren atau hebat atau apalah. 

Orang-orang dewasa sering tak habis pikir jika menghadapi tingkah polah para remaja. Tapi di sisi lain, patut diakui bahwa para remaja itu kreatif-kreatif. Meskipun hanya sebagian kecil saja yang bisa diajak berpikir serius, misalnya berdiskusi tentang makna hidup atau meditasi, mereka tidaklah dapat dicap sebagai makhluk-makhluk gegabah yang maunya hanya bersenang-senang. 

Dalam memandang suatu persoalan, seringkali mereka justru bisa memberi sudut pandang yang berbeda, sudut pandang yang tak terpikirkan sebelumnya oleh orang-orang dewasa.

Jika dipikir-pikir, direnungkan dengan saksama, walaupun terkadang bikin kesal May-may sesungguhnya anak yang baik, juga cantik. Bila memandang wajahnya orang akan teringat pada artis China Gong Li. Tentu, maksudnya Gong Li waktu masih ABG, hehehe...

Meski sedang mengidolakan artis-artis Korea, khususnya cowok-cowok dari boyband Korea, rambutnya yang tebal tetap dipertahankan bergaya potong pendek sepundak agak ngebob dengan poni dan bando cantik bertengger di atasnya. Dia juga pintar dan terutama sekali dia baik hati. 

Kepada Papa dan Mama sikapnya lembut dan manis, meski kadang manjanya keterlaluan juga. Yah, tidak bisa disalahkan mengingat Papa amat protektif terhadap gadis kecilnya itu.  

Bagi Jomblo, punya adik cantik kadang sangat menguntungkan si kakak. Karena manusia biasanya berkumpul dengan sejenisnya, jadi si cantik akan kumpul dengan si cantik. Karena itu, teman-teman perempuan May-may juga kebanyakan cantik-cantik, dan kalau mereka main ke rumah, wow, Jomblo bisa curi-curi pandang sambil cari-cari kesempatan buat berkenalan atau tanya nomor ponsel atau minta di add di facebook hehehehe...

Biar pun dipanggil  Jomblo (bukan nama sebenarnya) dan tidak berniat cari pacar, bukan berarti tidak boleh tertarik kepada makhluk cantik, kan?

Oh ya, selain keuntungan seperti tersebut di atas, sebagai kakak dari seorang gadis cantik, pasti banyak kumbang yang ingin mendekat. Itu sudah jadi hukum besi alam dari sejak jaman T-Rex masih wara-wiri di Bumi ini. 

Dalam proses PDKT-nya yang kini memanfaatkan media sosial, para kumbang itu akan mencari-cari kesempatan untuk mengundang makan di luar atau nonton film ke bioskop. Jika sudah begitu, Papa hanya akan memberi ijin putrinya pergi jika dan hanya jika Jomblo menemani sekaligus mengawalnya!

Mau protes? Silakan! Mau marah? Silakan!

May-may tidak punya pilihan lain. Dia tahu Papa hanya merasa kuatir dan bahwa itu adalah wujud dari rasa sayangnya yang teramat dalam. Begitulah yang Mama bilang. Jadi, sabar sajalah. Nanti pada waktunya Papa akan lebih mengerti dan mampu melepas. Tapi sementara ini Jomblolah yang mendapatkan keuntungan, hehehehe...

+++

"Tidak, tidak, tidak! Sekali tidak, tetap TIDAK!" dari ruang tengah suara Mama terdengar tegas dan agak marah.

"Saya tidak minta Mama belikan. Saya hanya minta Mama menambahkan uang tabungan saya supaya cukup untuk membeli ponsel itu."  

"May-may," suara Mama kini lebih lembut, membujuk. "Mama bukannya tidak mau menambahkan uang tabunganmu. Mama hanya tidak setuju kamu membeli ponsel lagi. Sebelum ini sudah berapa kali kamu ganti-ganti ponsel? Meskipun belum rusak, baru beberapa bulan kamu sudah mengeluh bosan dan minta ponsel baru yang lebih canggih atau keren.

Itu namanya boros, ngerti? Kamu harus sayang pada barang-barangmu, merawat dengan baik dan memakainya sampai benar-benar sudah tidak bisa dipakai lagi.

Coba renungkan. Apa kamu, anak kelas 10, perlu ponsel secanggih itu? Apakah membeli ponsel seperti itu adalah suatu kebutuhan atau cuma keinginan supaya tidak dianggap ketinggalan jaman? Karena semua temanmu mempunyainya jadi kamu harus ikut punya, begitu?"

Hening sejenak. Lalu dengan suara yang mulai tersendat menahan tangis May-may menjawab, "Kalau Mama tidak mau, saya akan minta ke Papa. Pasti Papa bisa mengerti."

"Papa? Silakan saja tapi jangan harap! Mama akan omelin Papamu bila berani memberimu uang!" tantang Mama, galak.

"Mama tidak sayang saya!" teriak May-may sambil berlari keluar dari ruang tengah terus menaiki tangga ke lantai atas, masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras.

Brakk!

Rasanya seperti ada gempa lokal. Para cicak di langit-langit pasti merasakannya sebagai tanda-tanda Bumi akan kiamat. Mungkin mereka kini sedang mengadakan doa bersama supaya Kiamat dibatalkan, atau minimal ditunda. Mama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tapi Gemboel yang sedang bermalas-malasan di ruang tengah sampai ketakutan mendengarnya. 

Dia mendengking takut dan memasukkan ekornya ke sela-sela kaki belakangnya, terbirit-birit menaiki tangga dan masuk ke kamar Jomblo untuk minta suaka.  

Dari kamarnya di lantai atas, sedari awal Jomblo bisa mendengar semua keributan itu. Jomblo bangkit dari kursinya, menghampiri Gemboel yang meringkuk ketakutan di salah satu pojok kamar,  menepuk-nepuk kepala anjing itu untuk menenangkannya.

"Kelihatannya Nonamu sedang ngambek berat, ya Boel? Jangan kuatir. Sebentar lagi dia pasti ke sini sepertimu juga, mencari suaka."

"Kaiiing...," dengking Gemboel lirih.

"Ah, kamu. Masih trauma karena dulu ekormu pernah kejepit pintu yang dibanting May-may?"

"Kaiing...," Gemboel menatap ekornya yang agak cacat, bekas luka kejepit pintu.

"Ya, sudah. Kamu diam di sini saja, ya. Aku perlu menyelesaikan pekerjaan ini dulu. Jangan ribut."

Jomblo kembali meneruskan pekerjaan yang tadi sempat terputus sebentar gara-gara insiden itu. Dia harus segera menyelesaikan rancangan logo yang telah dipesan oleh sebuah perusahaan. Di layar laptopnya masih terpampang sebuah desain logo setengah jadi. Sampai di mana tadi? Oh ya. Sepertinya warna ini kurang cocok, dan font yang tadi lebih baik daripada yang sekarang.

Sedang khidmatnya memelototi layar laptop dan menggerak-gerakkan tetikus, seperti telah diramalkan, begitu saja May-may masuk ke kamar kakaknya yang memang tak pernah menutup pintu saat sedang bekerja. Gemboel mendongak menatap May-May-may. Ekornya dikibas-kibaskan sebentar untuk sekadar bilang "halo" sesuai adat istiadat bangsa anjing, tapi dia tak beranjak dari posisinya di sudut kamar. 

Dari sudut mata Jomblo bisa melihat dan mengawasi adiknya yang mengambil komik Smurf dari rak bukunya, membolak-balikkannya sebentar sebelum mengembalikan ke rak, lalu menghampiri sisi sebelah ranjang dan duduk di atas MediSeat, bantal khusus untuk bermeditasi yang dulu Jomblo beli dari seorang teman yang berjualan secara daring. 

Wajahnya terlihat kusut, campuran antara sedih, galau dan marah karena kecewa. Sungguh seram, tak lagi terlihat cantik. Benar juga jika dalam pengajaran tentang hukum karma dan kelahiran ulang disebutkan bahwa bila kita ingin memiliki wajah yang cantik atau ganteng sebaiknya kita tidak memelihara sifat pemarah atau pemurung.

Jomblo membiarkan saja. Sudah biasa begitu. Setiap kali salah satu anggota keluarganya sedang ngambek atau mengalami hari buruk, entah Papa entah Mama apalagi May-may, mereka semua senang sekali mencari suaka ke kamar Jomblo. Mereka bilang duduk di atas bantal meditasi di kamar Jomblo rasanya adem. 

Awalnya Jomblo pikir mereka itu lebay. Lagi pula, posisi bantal itu dekat jendela, jadi wajar saja adem. Tapi kemudian teringat Ajahn Brahm pernah bilang dalam salah satu bukunya tentang bila kita secara teratur bermeditasi di satu tempat yang sama pada waktu yang sama terus menerus berturut-turut, maka lama kelamaan di tempat itu akan terbentuk suatu "energi keheningan" nan lembut. 

Bermeditasi di tempat itu akan menjadi lebih mudah karena adanya energi itu. Dan orang-orang yang sedang galau, seperti si Nona kita sekarang, tertarik dan menemukan suatu kedamaian bila duduk di sana. Mungkin itulah penjelasannya, tapi mungkin juga tidak. Siapa yang bisa tahu?  

Setelah beberapa saat hening,,,

"Kakak..." May-may memanggil dengan nada takut-takut.

"Hmm...pasti mau pinjam duit, ya?" tebak Jomblo telak.

"He-eh...kok tahu?"

"Sedari kita kecil kamu tidak pernah bisa memanggilku 'Kakak'. Padahal aku kan 8 tahun lebih tua dari kamu. Jadi tiap kali kamu panggil aku 'Kakak', aku tahu pasti ada maunya."

Wajah May-may memerah. Ketahuan dia.

"Untuk apa duit itu? Untuk beli ponsel baru?"

"Iya, Blo, eh, Kakak."

Jomblo geleng-geleng kepala. Dia memutar kursinya untuk menatap si adik yang sedang duduk bersila di atas MediSeat.

"May-may, kamu tahu kan aku sayaang sekali padamu? Kamu adalah adik yang kutunggu-tunggu. Kupikir aku akan menjadi anak tunggal selamanya. Dan Papa Mama sudah menyerah, mengira hanya akan ada aku sebagai keturunan mereka."

"Ya, Blo, eh, Kak." Jomblo tertawa. "Sudahlah, tidak apa-apa. Kamu panggil aku Jomblo saja."

"Lalu, May," lanjut Jomblo, "pada suatu hari Mama mengabarkan Papa bahwa dia hamil. Dan 9 bulan kemudian kamu pun lahir, seperti mimpi yang menjadi kenyataan karena Mama dan Papa memang mengharapkan bisa punya anak perempuan. Sungguh, kelahiranmu membawa kebahagiaan yang besar ke dalam keluarga ini."

"Iya, Blo."

"Kamu tahu? Aku setuju dengan Mama. Tidak bijak menghambur-hamburkan uang untuk gonta-ganti ponsel, apalagi sebenarnya kamu tidak memerlukan ponsel secanggih dan semahal itu. Kamu tidak perlu ponsel pintar untuk jadi orang pintar.

Hanya orang-orang bodoh yang mengira dengan membeli ponsel pintar diri mereka akan tampak pintar. Kamu tidak bodoh, kan, May? Aku yakin dan tahu kamu cerdas, dan orang cerdas sejati tak mudah ikut-ikutan tren kecuali mereka sungguh sadar apa tujuan dan manfaat dari tren itu."

"Jadi kamu tidak mau pinjamkan duit?" nadanya terdengar nelangsa.

"Tidak! Ponselmu sendiri masih baru, kan? Masih berfungsi dengan baik pula. Sungguh boros selalu ingin beli ponsel baru. Juga merusak lingkungan, tidak bersyukur pada Ibu Bumi."

"Apa hubungannya ponsel dengan cinta lingkungan?" May-may terheran-heran.

"Karena, adikku yang cantik, untuk membuat 1 buah ponsel berapa banyak sumber daya alam yang diperlukan? Berapa banyak polusi yang ditimbulkan dalam prosesnya meski kini memang ada ponsel yang berkonsep green atau ramah lingkungan? 

Lagipula, saat ini ponsel-ponsel yang dibuang telah menjadi salah satu sampah terbesar di dunia, dan sampah-sampah berupa ponsel itu memerlukan penangangan khusus supaya tidak berbahaya bagi lingkungan. Jika kamu terus mempertahankan kesenanganmu berganti-ganti ponsel, itu berarti kamu ikut menyumbang pada pemborosan sumber daya alam dan menambah tinggi tumpukan sampah ponsel."

"Oooh..."

"Nah, sudah sadar, kan? Tidak perlu ngambek lagi, oke? Ngomong-ngomong tentang ngambek, ada satu rahasia nih. Waktu kecil aku juga pernah ngambek berat kepada Mama, malah ingin minggat dari rumah."

"Waaah...sungguh? Kakakku pernah ngambek dan mau minggat? Keren!" May-may tercengang nyaris tak percaya membayangkan Jomblo pernah ngambek berat.

"Iyalah...sebegitunya heran? Kan aku juga pernah jadi anak kecil. Mau dengar ceritanya?"

"Mau, mau!" sambar May-may dengan bersemangat.

"Pada jaman dahulu kala, ketika dunia belum mengenal ponsel, facebook dan segala macam ikutannya..." May-may tersenyum mendengar prolog dari kakaknya yang memplesetkan prolog umum pada kisah-kisah dongeng yang biasa kita dengar.

"Tatkala kamu pun masih berada di alam antah berantah, mungkin di surga sebagai seorang bidadari..."

May-may tersenyum senang sambil mengacungkan 2 jempolnya.

"Eh, bisa juga bukan di surga, tapi di alam binatang atau hantu sengsara..."

"Kok tega menyebut adik sendiri lahir di alam binatang atau hantu sengsara?" Wajah yang semula sumrigah langsung berubah manyun.

"Lho, kan bisa saja. Bukankah kita mengenal 31 alam kehidupan dalam lingkaran lahir-mati yang sinambung ini?" Jomblo berusaha membela diri.

"Ya, sudah. Lanjut!"    

"Siap, Gan! Ketika itu ada seorang bocah laki-laki 7 tahun yang, karena sesuatu keinginannya tak dituruti ibunya, lalu ngambek dan berkata akan pergi dari rumah. Sang ibu tidak mencegahnya, malah ikut membantu si bocah mempersiapkan tas ransel kecilnya untuk dibawa dalam perjalanan jauh pergi dari rumah.

 Sang ibu juga mengantar si bocah sampai ke depan pintu gerbang rumah, melambai dan mengucapkan selamat jalan kepada anaknya. Sang bocah pun melangkah keluar tanpa menoleh lagi. Hatinya dongkol dan dia sungguh bertekad akan pergi jauh dari rumah. Setelah beberapa langkah, sampailah dia di ujung jalan perumahan tempat tinggalnya.

"Saat itu, mendadak dia merasa takut untuk terus melangkah. Tiba-tiba dia ingat ibunya, kepada siapa dia biasa lari berlindung manakala rasa takut menyergap. Dia pun kangen, ingin pulang. Maka dia berlari pulang, menerobos masuk langsung ke dapur untuk mencari ibunya, melompat masuk ke dalam pelukan hangatnya yang penuh kasih dan pemaafan.  

Sejak itu, si bocah tak pernah lagi berniat minggat dari rumah betapa pun marah dan kecewanya dia karena suatu hal antara orangtua dan anak. Begitulah ceritanya."

"Jadi begitu, ya? Tapi kok Mama tega membiarkan kamu pergi, tidak berusaha membujuk atau menghalangimu, Blo?" May-may penasaran.

"Aku tidak tahu. Tapi sepertinya secara naluriah Mama mengerti tidak ada gunanya menghalangi aku karena itu hanya membuatku yang sedang marah bertambah marah. Entah Mama pernah tahu atau tidak, tapi menurutku ini mirip seperti perumpaman Ajahn Chah yang pernah kubaca dari penuturan salah satu muridnya."

"Perumpamaan tentang apa?"

"Tentang kerbau yang mengamuk. Ketika seekor kerbau mengamuk, jangan pernah coba-coba menghentikannya kecuali kamu ingin terluka. Biarkan dia mengamuk dan lari menjauh. Kamu hanya perlu mengawasinya saja. Cepat atau lambat si kerbau pasti akan tenang kembali dan cape berlari, pada saat itulah kamu bisa mendekatinya dan menuntunnya kembali ke kandangnya."

"Keren! Tapi Mama tidak cemas membiarkanmu pergi sejauh itu?"

"Ah, tidak! Waktu itu lingkungan perumahan kita masih cukup aman kok, tidak seperti sekarang yang mulai agak rawan. Kurasa kalau kasusnya dengan kamu, mungkin ceritanya akan agak berbeda."

May-may terdiam. Sepertinya dia merenungkan sesuatu.

 "Aku jadi kangen Mama, nih," katanya lirih.

Jomblo tersenyum, dia ulurkan tangannya untuk mengucek-ucek rambut adiknya.

"Kalaiu begitu, sana, temui dan peluklah Mama."

"Thankyou very much, bro!" seru May-may sambil berlalu dari kamar Jomblo.

"Hus! Aku bukan bule!"

Jomblo galau-galau, eh, geleng-geleng kepala. Biasalah, ABG sekarang, biar tampak keren mesti menyisipkan kata atau kalimat bahasa bule di sana-sini.

Ah, pusing! Mendingan kembali ke laptop! Sampai mana tadi? Oh ya, mendesain logo. Hmm...

(bersambung ke #5)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun