"Bandomu kan sudah banyak. Mengapa harus beli lagi?" nada suara Mama menyiratkan ketidaksetujuannya. May-may memang paling suka memakai dan mengoleksi bando. Mama tidak keberatan karena May-may tampak lebih cantik dengan bando bertengger di kepalanya. Tapi Mama tidak suka anaknya boros.
"Mama lupa, ya? Sebagian besar bando itu kan sudah saya sumbangkan ke panti waktu ada bakti sosial muda-mudi wihara minggu lalu."
"Sungguh?"
"Iya, dong, Mama. Mana berani saya bohong ke Mama."
"Kalau ke Papa?"
"Tidak berani juga."
"Jomblo?"
"Mama!" pekik May-may gemas. "Pokoknya saya tidak bohong, titik."
Mama tertawa. "Ya, Mama percaya. Mama hanya heran, kamu kok bisa rela menyumbangkan koleksimu itu? Bukankah kamu amat sayang pada semua bando-bandomu? Beberapa dari bando itu cukup mahal bahkan, dan lainnya oleh-oleh dari Om atau Tantemu ketika mereka pulang dari luar negeri."
"Memang mulanya berat rasanya melepas bando-bando itu," aku May-may. "Tapi ketika kami melakukan survei sebelum bakti sosial untuk mengetahui apa yang diperlukan oleh anak-anak panti, saya melihat anak-anak perempuan di sana sangat tertarik dengan bando yang saya pakai. Lalu saya membaca sebuah buku inspiratif yang membuat saya sadar saya harus mulai belajar melepas, berlatih untuk tidak melekat. Kalau tidak begitu, hidup saya akan menjadi semakin berat oleh beban-beban kemelekatan yang pada akhirnya nanti, ketika kematian tiba, akan membuat saya tidak bisa pergi meninggalkan dunia ini dengan hati lega.
"Lagipula, Ma," lanjut May-may, "berdana adalah salah satu praktik kebajikan yang paling mudah kita lakukan. Setiap orang bisa berdana karena dana tidak harus berupa benda atau materi. Orang yang tidak punya banyak uang bisa mendanakan tenaganya untuk membantu suatu kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat atau orang lain. Memberi nasihat juga salah satu bentuk dana. Mendonorkan darah apalagi. Wah, itu sangat mulia."