"Benar, dengan siapa ya?" jawab Mama.
"Saya Rani, petugas resepsionis di RS KITA. Bisa bicara dengan istri atau anggota keluarga Pak Chandra Ceria?"
"Saya istrinya. Ada apa, ya?" Mama mulai kuatir.
"Maaf, Bu, suami Anda kecelakaan. Baru saja masuk UGD!"
Deg! Seperti ada sejuta palu menghantam kepala Mama. Jantung Mama berdetak keras. Mama coba menenangkan dirinya dan menjawab, "Apa? Ini sungguhan?"
"Ya, Bu, mohon segera kemari. Kami memerlukan tanda tangan Anda untuk tindakan operasi yang harus dilakukan."
"Baik, saya akan segera ke sana. Terima kasih!" Mama cepat-cepat menutup telepon dan bergegas naik ke lantai atas untuk berganti baju. Sambil berjalan dengan cepat Mama berteriak memanggil Jomblo dan May-may. "Blo! May-may! Papa kecelakaan! Sekarang ada di RS. Cepat ganti pakaian dan kita pergi sama-sama. Jomblo, kamu yang menyetir! Cepat!"
Rasanya seperti adegan film yang dipercepat sekian puluh frame per detiknya. Di film-film bisu Charlie Chaplin atau film komedi, adegan sipat kuping seperti itu mungkin sengaja dibikin untuk memancing tawa. Tapi tentu saja Mama, Jomblo dan May-may tidak sedang melucu. Mereka bergegas-gegas secepat-cepatnya tiba di RS. Jomblo menyetir mobil dengan kecepatan yang dalam keadaan normal pasti sudah memanen protes dari Mama atau May-may atau bahkan Papa jika mereka sedang pergi bersama-sama.
Sepanjang perjalanan tidak ada satu pun yang bersuara. Masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Mama jelas terlihat amat kuatir, tapi juga tabah. May-may berkaca-kaca, rasanya bentar lagi bendungan di matanya jebol. Untung ada sekotak tissu di mobil. Jomblo? Jujur saja, pelbagai macam pikiran berkecamuk di benaknya. Jangan-jangan keadaan Papa parah. Jangan-jangan Papa sudah koma.
Eiits!
Tiba-tiba Jomblo sadar. Cepat-cepat dia menepis pikiran-pikiran syak wasangka negatif seperti itu dengan melakukan pengupayaan benar. Sebagai hasilnya pikiran-pikiran negatif itu mereda, dan muncullah ketenangan. Jomblo sadar bahwa sebagai seorang meditator, meskipun pemula, inilah saatnya menguji diri apakah dia bisa memahami ketidaktetapan kehidupan seperti yang selalu dicamkan untuk disadari oleh setiap praktisi. Biarlah, batin Jomblo, apa pun yang harus terjadi pasti terjadi. Semoga Papa baik-baik saja. Semoga segala kebajikannya melindungi Papa dari segala marabahaya. Rasanya agak lega dan itu membuat Jomblo bisa berpikir dengan lebih jernih, membuatnya mendadak teringat sesuatu. Aduh! Ya, ampun! si Gemboel tadi belum diberi makan. Saking terburu-burunya mereka tidak ingat pada si Gemboel. Kasihan dikau, Boel! Sabar ya! Semoga kami tidak lama di RS. Sedikit berpuasa baik untuk kesehatanmu lho!