Mama memang paling suka berada di dapur. Dapur ibaratnya daerah istimewa buat Mama, ranah di mana Mama bisa mengekspresikan dirinya sebebas-bebasnya melalui masakan dan pelayanannya kepada keluarga. Mama jenis orang yang suka bekerja keras dan senang melayani, sama seperti Papa. Bukan hanya kepada keluarganya sendiri Papa dan Mama gemar menolong dan melayani, tapi bahkan kepada kerabat dan kenalan yang tak begitu dekat pun. Dalam Buddhisme, sifat senang melayani ini adalah salah satu kualitas dari seorang Bodhisatta yang diungkapkan dengan sangat baik melalui motto "melayani untuk sempurna, sempurna untuk melayani" Dan itulah mengapa mereka bisa cocok dan jadi suami istri. Tapi tentu saja ada banyak juga perbedaan yang kadang memunculkan konflik di antara mereka. Karena begitulah dunia, begitulah kehidupan: hidup bukanlah dongeng yang sering menggambarkan sepasang kekasih akhirnya hidup bahagia dan damai selamanya,,,,
"Ada pesanan desain iklan yang harus saya kerjakan, Ma," jawab Jomblo sambil mengunyah sepotong pai apel. Lezaat!
"Nanti siang tolong belanja untuk Mama, ya, di minimarket langganan kita. Mama perlu beberapa bumbu dapur dan sekalian belikan Papa sandal. Sandal dia sudah amat buntut sekali. Sudah berkali-kali Mama protes suruh dia ganti tapi bandelnya minta ampun. Sayang amat sih sama sandal buntut tahun kuda gigit besi itu?" suara Mama terdengar bersungut-sungut,
Jomblo jadi ingin tertawa tapi buru-buru dikendalikannya si urat tawa, takut keselek Pai Apel. Bukan hal aneh bagi Jomblo bila Papa paling malas jika disuruh membeli sandal atau baju atau celana baru. Papa jenis orang yang tak pernah punya perhatian besar terhadap penampilan luar. Papa adalah "si juara apa adanya" untuk urusan ini, dan jika tidak ada Mama, bisa jadi dari dulu Papa akan terus mempertahankan baju-baju jadoel masa lajangnya dulu, termasuk kaus kutang bolong-bolong dan CD (yang segitiga maksudnya, bukan yang bulat) ala milik Tarzan yang seperti baru saja dicakar Simba. Untunglah Papa menikahi gadis yang piawai memilih busana dan seleranya bagus. Kalau tidak begitu, gawat juga. Bisa bayangkan seorang direktur seperti Papa berbusana amat kampungan norak-norak bergembira?
"Beres, Ma, nanti saya belikan," Jomblo cepat-cepat mencomot sepotong Pai Apel lagi dan menyambar segelas kopi untuk dibawa masuk ke kamarnya. Asyikknya punya pekerjaan yang tak terikat waktu formal adalah: kita bisa bekerja kapan pun dan di mana pun kita mau. Sambil minum kopi dan mengudap Pai Apel di kamar pun jadi. Bahkan kadang, jika malasnya kumat, Jomblo tak mandi dan gosok gigi seharian: begitu bangun tidur langsung saja menyalakan laptop. Untung si laptop tidak pernah protes punya majikan yang kadang tak mandi dan gosok gigi (hehehehe....) Â
"Oh iya, kamu juga diminta jemput May-may di sekolahnya nanti, ya. Pak Kus tidak bisa menjemput seperti biasa," teriak Mama.
"Oke, Ma, jangan kuatir," balas Jomblo. May-may memang diantar jemput bila ke sekolah atau ke mana pun dia harus pergi. Bukan bermaksud memanjakan anak, tapi Papa sangat kuatir dan cenderung amat protektif terhadap putri satu-satunya itu. Mama kadang mengomel soal ini, takut anaknya jadi manja. Tapi Jomblo bisa mengerti. Kejahatan jalanan kini semakin ganas saja. Â Â Â
+++
Sore menjelang malam. Biasanya jam segini Papa memang belum pulang, jadi Mama memutuskan untuk menunggu Papa sambil menonton tv. Lagi-lagi sepasang artis cerai dan bertengkar saling menudingkan jari telunjuk. Artis lain kawin lagi setelah 2 kali pernikahan sebelumnya gagal. Tampaknya dia belum kapok, atau mungkin sedang dalam proses menorehkan rekor nasional sebagai artis yang paling banyak kawin cerai. Siapa tahu?
Kriing! Kriing! Kriing! Itu bukan suara Pak Pos, tapi suara telepon yang menjerit mengusik kekhusyukan Mama menyimak tingkah polah seleb kita di tivi. Mama bangkit dari duduknya untuk meraih gagang telepon.
"Halo, apa benar ini rumah Pak Chandra Ceria?" tanya suara dari seberang dengan tak sabar.