Mohon tunggu...
Christopher Lebdo Kusumo
Christopher Lebdo Kusumo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris Medan Tamtama 112

Lahir dan besar di Bandung, kemudian pergi ke Mertoyudan untuk menangikuti-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bintang Paling Terang

23 Maret 2024   09:39 Diperbarui: 23 Maret 2024   09:47 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ada deh, dua tahun lagi kamu tau." Jawabku singkat.

Sesuai janjiku pada Cilla, dua tahun setelah kami berpisah di Roma aku pulang ke Bandung pada akhir Maret. Hal pertama yang kulakukan adalah kembali ke Katedral, lalu kembali dengan kamar sekaligus ruang kerja lamaku di pastoran (tempat tinggal para imam di gereja) dan beberapa hal yang kurindukan. Ruanganku ada di lantai bawah, paling dekat dengan pintu masuk pastoran dan biasanya jendelaku selalu terbuka sehingga aku sering berinteraksi dengan anak-anak dari sekolah atau teman-teman muda yang datang. Kadang mereka main ke ruanganku, dan pintuku selalu terbuka, jadi memang banyak yang berinteraksi. 

Dari sekian banyak orang yang keluar-masuk untuk sekedar berbincang denganku, Cilla adalah yang paling sering datang. Hingga suatu sore, pak Maman, seorang pembantu disana sering bercanda. "Bim, nerima perempuan terus selama ini dalam rangka pemantapan perkaw- maksudnya panggilan nih, Bim?" tanya pak Maman yang sepertinya sedikit heran dan ragu apakah aku akan menikah dan meninggalkan hidup seorang calon imam. Mungkin banyak yang merasa seperti itu tapi hanya pak Maman yang bercerita.

"Iya Pak, memang banyak yang langganan datang." Kataku 

"Semangat ya Bim, sebentar lagi, kan?" Balasnya sembari melanjutkan mengepel lantai dan membersihkan pastoran. 

"Iya, Pak, makasih." jawabku.

Tanggal 27 Maret, di hari ulang tahun Cilla, gereja Katedral diwarnai hiasan yang megah dan meriah, menyambut calon pasangan pengantin. Acara pemberkatan perkawinan dilaksanakan di Katedral, hari itu aku dan dia sama-sama gugup menghadapi momen itu. 

Mo, gimana?" tanya Cilla yang menggunakan gaun putih di depan pintu Katedral, dilihat ratusan orang di dalam gedung gereja..

"Ya, gitu, kita harus jalan ke altar." Jawabku dengan penuh keyakinan sekaligus penuh rasa gugup.

Pemberkatan perkawinan pagi itu diwarnai tangis haru tidak dapat tertahan dari diri kami dan ratusan umat yang hadir di perayaan sekali seumur hidup ini. Sang imam dalam homilinya mengutip kata-kata seperti yang sering Cilla ucapkan:

"Biarkan seseorang menjadi bintang jauh diatas sana, yang bisa menjadi bintang paling terang dan paling indah diantara yang lainnya. Tapi ketika kamu mengharapkan bintang itu jatuh, bintang itu tidak lagi terlihat dan bersinar. Begitu juga dengan pasangan ini, saya tahu bagaimana mereka mengikuti arus hubungan mereka yang seringkali jatuh dalam masalah, egoisme, komunikasi dan lain-lainnya. Ketika mereka memutuskan berhenti mungkin itu hancur dan tidak terlihat layaknya bintang yang jatuh. Namun ketika mereka bertahan dan tetap berjalan bersama, mereka akhirnya dapat membangun keluarga yang mungkin lebih baik dibandingkan keluarga lain, menjadi keluarga terbaik diantara yang lain, layaknya bintang paling terang di langit..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun