Aku duduk di bangku sambil menatap Hera yang duduk menghadap Elang. Fahmi juga memandang Hera dengan pandangan heran.
"Hera kenapa?"
Aku hanya bisa angkat bahu melihat kelakuan ganjil teman dekatku itu. Senyumnya makin lebar sekarang dan aku tahu penyebabnya. Elang duduk persis di depan Hera.
"Hai, Lang. Sekarang kita jadi partner ya," sapa Hera centil.
Aku dan Fahmi mengerutkan dahi. Kelihatan banget kalau Hera mencoba menarik perhatian Elang. Elang tidak menanggapi sapaan Hera.
Fahmi mencondongkan badan mendekatiku. "Hera kesambet setannya Elang ya?" bisiknya.
"Iya kali," jawabku sok sibuk dengan membuka buku praktek.
Sepanjang praktek, Hera selalu mengambil kesempatan untuk mendekati Elang. Elang mulai tampak terganggu.
"Mi, tolong urus partnermu ini." Elang mendorong Hera menjauhinya. Dia lalu menarikku hingga aku terhuyung jatuh di pelukannya. Pipiku semerah tomat saat ini. Aku bahkan takut kalau Elang dapat merasakan debaran jantung ketika jarak kami sedekat ini.Â
Hera juga memerah, mungkin dia malu karena diperlakukan seperti ini oleh Elang. Fahmi menyentuh lengan Hera, mengingatkan agar kembali bergerak untuk melihat preparat lain. Hera menepis tangan Fahmi.
Elang melepaskan pegangannya. "Berjalan di belakangku."Â