Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Dakka Hutagalung dan Salah Satu Karya Emasnya: Didia Rokapphi

22 Maret 2016   22:14 Diperbarui: 24 Maret 2016   10:19 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Didia Rokaphi. Ya. Sebuah lagu berlirik bahasa Batak, mengisahkan tentang seorang anak yang mengeluarkan isi hatinya karena belum juga mendapatkan jodohnya. terasa sekali bagaimana gelisahnya anak tersebut terhadap situasi yang dialaminya.

Apakah benar demikian? Sepertinya setiap orang berhak menilainya. Tapi apabila kita ingin mengungkapkan kerinduan, kecintaan terhadap tanah batak. Siapapun dia. Kalau tidak menyanyikan lagu ini. Sepertinya ada yang kurang. Boleh tanya siapapun orang batak soal ini.

Lirik yang mengandung kerinduan mendalam pada jiwa orang Batak terhadap kampung dan budayanya, sedalam itukah kekuatan lagu ini?

Banyak orang akan (juga) berpikir, “Ah… mungkin karna kalian yang menyanyikannya belum dapat pacar atau jodoh,makanya seolah-olah kalian sedang “curhat” melalui lagu ini”. Mungkin juga seperti itu. Tapi lagu ini, baik lirik maupun nada demi nada, disatu sisi begitu mewakili hati orang Batak yang ingin mendapat pasangan.

Itu disatu sisi. Tapi ada sisi lain, ada semacam “permainan emosi” dalam lagu ini. Terlepas yang mendengarkannya sudah punya jodoh atau belum. Rangkaian nada-nada yang dinyanyikan seolah-olah membangun sebuah perasaan kesendirian yang kemudian dilantangkan. Dilepaskan. Ada suatu perasaan yang teriris rindu terhadap kampung halamannya, tapi tetap bergegap gempita dan semangat ingin menyampaikannya. Sebuah gambaran sekilas tentang karakter orang batak. Kurang lebihnya begitu.

Itulah gambaran tentang lagu ini, ketika dinyanyikan, yang tentu saja akan terasa berbeda bila bukan orang Batak yang menyanyikannya. Tetapi, apa yang terjadi bila, beberapa orang yang bukan Batak, bahkan bukan orang Indonesia, juga bisa mencintai lagu ini dari banyak lagu Batak yang ada? Kenapa bisa seperti itu?

Dan satu hal lagi, apakah ada yang menjadi bosan dalam mendengar lagu ini? Tidak.

Saya pribadi tidak pernah bosan menyanyikan lagu itu. Setiap kali saya ingat dan ingin bernyanyi, entah dikamar mandi, nongkrong dengan teman, atau di acara resmi yang sudah kita putuskan akan nyanyikan lagu tersebut. Maka mulai dari nada pertama, suara yang keluar akan berusaha sebagus-bagusnya. Dan perasaan-perasaan seperti diatas otomatis akan terasa lagi, dan lain sebagainya.

Terkadang saya berpikir, apa yang ada dipikiran seorang muda Dakka Hutagalung pada saat dia menciptakan lagu itu di tahun 1978, sampai bisa mengarang lagu seindah ini.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun