Aku tak kuasa menahan rasa ketika ia bertanya, "Kamu gak kangen sama aku?"
Aku kemudian memeluknya, "aku kangen banget sama kamu." Untung aku tidak menangis karena aku sebenarnya sangat rindu padanya. "Ya udah aku balik besok aja, kita makan malam dulu ya?"
"Enggak usah Bram, gak usah buang duit. Yang penting aku tau kalo kamu memang masih kangen sama aku." kata Maya sambil menyeka air matanya.
Duh Gusti, kenapa akhir-akhir ini banyak sekali air mata yang harus tertumpah. Aku sekali lagi memeluknya agar ia tahu apa yang kurasakan. "Iya deh, kalo gitu aku pamit dulu ya, minggu depan aku datang lagi. Kita ngobrol lama ya sayang, ummach." Aku mencium pipinya dan kemudian berlalu dengan membawa air mata yang jatuh membasahi pipiku.
Duh Gusti, aku ini memang lelaki lemah yang tak berguna dan tidak bisa bersikap! Sampai kapan drama ini akan berakhir? Aku tadinya sudah memilih Ratih, tapi tak pernah mampu untuk menjauh dari Maya.
Bagaimana aku bisa berbicara kepada Maya kalau melihatnya menangis saja hatiku sudah teriris! Persetan dengan orang-orang yang mengatakan aku harus bersikap tegas. Mereka kan tidak merasakan apa yang kurasakan! Mereka hanya melihatnya dari unsur seksualitas dan ego semata.
Kalau hanya urusan seks, mendingan aku cari cabo saja. Bahkan di gedung perkantoranku saja banyak cewe kantoran yang mau diajak untuk bersenang-senang tanpa harus ribet dengan adanya ikatan.
Namun aku bukan orang gituan, emangnya aku cowo apaan? Aku bukan cowo yang gampang ditowel-towel, lalu diajak dugem untuk kemudian berakhir di hotel jam-jaman. Acha? Nehi babuji! Â
Aku ini hanya lelaki bodoh yang terjebak dalam perasaannya sendiri. Semua bermula tanpa pernah kusadari dan kini aku tak tahu bagaimana cara mengakhirinya. Aku bukan lelaki yang merasa bangga kalau bisa memiliki dua atau tiga pacar. Bukan, karena tak pernah terbersit dipikiranku untuk memiliki dua pacar pada saat yang bersamaan.
Duh Gusti, bantulah hambamu yang celaka ini. Jangan siksa hambamu dengan rasa ini. Kini aku rindu sekali kepada Ratih, padahal kami baru saja bertemu. Aku ingin menelfonnya tapi saat ini sudah jam dua dini hari.
Aku juga rindu kepada Maya. Kemarin malam kami bertemu di bandara dan aku berjanji untuk menelfonnya setiba di Jakarta, tapi aku belum menelfonnya hingga saat ini.