"Hahahaha, gitu doongg. Thanks untuk pengertiannya sayang." Ratih kemudian memelukku.
"Ya udah aku pulang ya, supaya kamu juga bisa istrahat, thanks makan malamnya sayang."
***
Habis mandi badanku seger kembali. Dengan mengenakan handuk, aku kemudian mengamati diriku di cermin. Wah perutku sudah mulai terlihat membesar, gawat! Keseksian seorang lelaki itu berbanding terbalik dengan besar lingkar perutnya. Semakin besar lingkar perutnya, semakin tidak seksi lelaki tersebut. Sebaliknya semakin kecil lingkar perut maka semakin seksi pula lelaki tersebut, hahaha.
Aku harus nge-gym ini supaya perut mengecil lagi. Tapi sebenarnya aku kapok nge-gym. Kemarin di gym Surabaya, cowo-cowonya kekar seperti Deddy Corbuzier. Tapi suka megang-megang, dan main mata lagi. Ihh.. aku merinding. Mending lari atau berenang saja deh.
Aku kemudian meletakkan hape di nakas, lalu berbaring di ranjang sambil memeluk guling. Rasanya enak banget setelah lelah seharian bekerja. Makan malam di rumah Ratih tadi sangat berkesan bagiku, membuat suasana kaku akhir-akhir ini menjadi lebih hangat.
Entah kenapa sejak "pengakuan" tiga minggu lalu itu, semuanya menjadi berbeda. Sibuk? ya kami bertiga memang semuanya sibuk, entah kebetulan atau bagaimana.
Akan tetapi kami bertiga sepertinya seakan membuat jarak satu sama lain. Anehnya Ratih tidak pernah bertanya perihal Maya, dan sebaliknya Maya juga tidak pernah bertanya soal Ratih. Agak aneh memang, mengingat ketidaksukaan mereka satu sama lain yang ditumpahkan kepadaku.
Terhadap Maya memang aku sengaja membuat jarak. Ketika kemarin aku tahu Maya berangkat ke Bali, maka aku segera berangkat ke Surabaya. Berangkat Senin pagi dan pulang Selasa malam, last flight, supaya menginapnya satu malam saja.
Sialnya aku berpapasan dengan Maya di bandara. Aku hendak berangkat ke Jakarta, Maya baru tiba dari Bali. Maya pastinya tahu kalau aku memang sengaja mengelak dari dia. Feeling perempuan itu memang tajam, dan sialnya aku tak pandai pula bersandiwara.
Tatapan matanya seakan merobek hatiku. Tidak seperti Ratih, tatapan mata Maya sangat memelas. Apalagi aku hampir tak pernah melihatnya bersedih.